Magareya atau Racun buatan Menjadi
Isu Yang Paling Berbahaya dan Menakutkan Di Kab. Tolikara
Oleh: Midiles Kogoya, S. M
Setiap manusia berdasarkan suku
etnis dan bangsa di bumi memiliki budaya
masing-masing, Tentu hal ini sangat
sulit untuk di uraikan dalam
mengeksplorasikan ke dunia luar khususnya
nasional dan internasional, Keunikan budaya dan sosial di Papua dari 225
suku sangat kompleks dan mendalam. Oleh
karena itu untuk menulis aspek ini
menjadi tanggung jawab kita bersama, selain pemerintah hanya fokus
mengeksplorasi budaya yang positif
kehidupan sehari- hari orang Papua seperti , Tarian adat, budaya masak, budaya berpakaian, budaya
kearifan Lokal, Tapi belum dengan aspek ancaman budaya seperti Racun atau Magareya sebutan dalam bahasa daerah suku
LANI provinsi Pegunungan Papua seperti Kab. Tolikara, Lanny jaya, puncak jaya,
Mamberamo Tengah, dan puncak Ilaga, Magareya menjadi isu yang tren di tengah
masyarakat, karena orang meninggal tanpa riwayat sakit tapi meninggal secara
misterius atau tiba- tiba, tidak lain adalah faktor Magariya hal itu di
simpulkan oleh tokoh-tokoh adat budaya Masyarakat sekitar dalam melihat kasus kematian misterius
ini, Hasil penemuan di lapangan oleh masyarakat melihat magareya ini ada dua
versi yang pertama Magareya lama dan yang kedua magareya baru ( Yikwanak
Permisis). Ciri- Ciri kematian orang dari kedua versi magareya ini yaitu:
1.
Magariya
Lama , seseorang yang kena magareya akan merasakan gejala sakit
seperti sakit kepala, Sakit perut dan
bisa bertahan dua hari sampai tiga hari bahkan lebih.
2.
Sedangkan
Magereya Baru (Yikwanak Permisi) seseorang , yang kena magereya merasakan gejala sakit kepala, perut dll di
bagian tubuh, akan tetapi untuk kematian dalam per jam atau sebelum 24 jam
seseorang yang kena magareya akan segera meninggal.
Selain magereya di atas kita juga dapat menemukan Sihir atau Kuguruwo dalam praktiknya menggunakan burung mendatangi
rumah seseorang yang akan membunuhnya
memberikan suara di atas atap rumah, akan tetapi untuk ciri-ciri orang yang
kena kuguruwo tidak langsung mati atau
meninggal, tapi bisa bertahan lama mingguan, bahkan bulan. Orang yang kena
Kuguruwo bisa di sembuhkan kembali dengan cara memberikan sesuatu kepada pihak Pelaku,
seperti memberikan Babi, uang atau harta berharga Lainnya.
Budaya ini sudah ada sejak nenek moyang orang- orang suku Lanny Papua,
Namun yang memegang Magariya dan kuguruwo hanya orang-orang suku Lani tertentu
saja, bukan semua orang suku Lani Papua, untuk membedakan karakteristik cukup
sulit, tetapi setiap kampung atau wilayah masing-masing dari masyarakat sudah terindikasi,
siapa yang pegang barang jahat itu.
Ada banyak motivasi seseorang yang kemudian memegang magareya atau
kuguruwo, yaitu mungkin ingin belas
dendam karena pihak pelaku masih menyimpan marah akibat kasus Masa lalu saat
perang suku, atau pencurian , perampasan lahan atau Kawin Lari ( Selingkuhan).
Sebelum adanya penyebaran Agama oleh misionaris ada banyak kekuatan sihir
dan magariya tetapi setelah adanya agama Kristen Protestan dan Katolik di beberapa wilayah Papua pegunungan magariya dan kuguruwo mulai berkurang, pada abad, 61, 71, 81, dan 91 tetapi setelah
UU Otsus No. 2001 tentang otonomi khusus
Papua di perlakukan hegemoni politik praktis menjadi kebutuhan
mendasar dan menjadi fenomena informasi yang cukup aktif di kalangan masyarakat. Tentu Nilai- Nilai fundamen agama, budaya sosial yang
positif komunal itu secara bertahap- Tahap hilang, seperti kolektivitas
kehidupan, sosialisme, kemandirian ekonomi.
Artinya setelah adanya penyelenggaraan pemerintah (Desentralisasi) dari
Jakarta terhadap wilayah Papua, angka konflik meningkat, seperti pembunuhan,
penculikan, kriminalitas di masyarakat, ini terjadi karena faktor sistem pemerintahan yang sangat buruk dan
kotor, dan pesta demokrasi politik yang
tidak baik, atau tidak sesuai, misalnya dalam pencalonan legislatif DPRD
, pemerintah desa yang tidak efektif , semua di lakukan oleh kemauan pemimpin Elit
daerah, tanpa pernah pertimbangkan dampak buruknya.
Maka kehidupan rakyat Papua pegunungan
dari komunal bergeser ke
kehidupan kapitalisme bahwa kehidupan manusia hanya bergantungan kepada uang,
jabatan dan pemerintah, sehingga terjadi perubahan paradigma berpikir, dan
mengesampingkan nilai-nilai budaya luhur, agama, toleransi, hidup dalam
kolektif dan sosialisme.
Menurut dinas kesehatan seperti yang
laporkan oleh media jubi bawah Angka kematian lebih tinggi daripada angka
kelahiran artinya kematian orang suku LANI Papua bukan hanya faktor sakit pada
umumnya dan faktor pembunuhan militer Indonesia, akan tetapi juga magareya dan
kuguruwo menjadi peluru yang sangat ganas terjadi depopulasi terhadap suku Lani
Papua.
Lebih berbahayanya lagi adalah orang kena magareya dan kuguruwo tidak dapat
di sembuhkan oleh medis kesehatan pada umumnya, kecuali hanya melalui budaya
adat saja yang dapat di sembuhkan dari sakit magariya dan kuguruwo.
Parah pelaku Magareya dan
Kuguruwo masyarakat lingkungan sudah
tahu, tetapi dalam banyak kasus pelaku belum pernah di hukum secara adat maupun
hukum pemerintah Indonesia, parah pelaku semakin berani membunuh orang karena masyarakat sekitar memelihara pelaku.
Menurut saya (Penulis), Pelaku Magariya dan Kuguruwo merupakan pelanggaran HAM terberat, yang
pernah terjadi,dan terus terjadi karena
pembunuhan di lakukan secara terencana dan terkonsep, sementara pihak korban
hanya bisa menerima .
Saran dan Kritik
Pemerintah daerah sebagai pelaku dan pemegang kekuasaan agar segara
perbaiki sistem pemerintahan sesuai dengan yang berlaku Indonesia pada umumnya,
pemerintah segara mengambil langkah- langkah afirmatif, keberpihakan kepada
orang Asli Papua (OAP), dan membuat uu khusus tentang magariya dan kuguruwo. Agar bisa mengatasi masalah kematian dan
meninggal ini.
Di aspek lain kematian orang Tolikara pada umumnya suku lani tidak bisa
simpulkan langsung bahwa orang meninggal karena kena magariya, paling tidak seseorang
meninggal karena komplikasi pada kesehatan lain, dengan demikian dalam
mengambil kesimpulan kita perlu data investigasi nyata di lapangan atas suatu
kasus.
Komentar
Posting Komentar