Langsung ke konten utama

SERUAN MORAL DEWAN GEREJA PAPUA

 

Photo: istimewa
Dewan Gereja-geraja papua

SERUAN MORAL DEWAN GEREJA PAPUA

Bertobatlah sebab kerajaan surga sudah dekat. Ada orang yang berseru-seru dipadang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. (Matius: 2-3) Sebagai Pimpinan Gereja, mencermati kondisi tanah Papua yang masih meratap, masih berduka akibat konflik Bangsa Papua yang menuntut Hak Politik untuk Merdeka dan Pemerintah Indonesia yang memperjuangkan Papua bagian dari NKRI. Ternyata bahwa Deklarasi Damai di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) yang dibacakan dihadapan para petinggi negara selama ini belum pernah terealisasi. Karena itu seiring seruan Moral 194 orang para Pastor Katolik menyikapi situasi Papua, kami menyampaikan 

hal-hal berikut:

A. KONFLIK TPNPB VS TNI/POLRI DAN PENGUNGSIAN WARGA PAPUA

Memasuki pertengahan bulan November 2021, kami mencatat semakin gencarnya pemerintah Indonesia melakukan politik rasisme sistemik, kriminalisasi,marjinalisasi dan militerisasi dalam rangka politik pendudukan kepada Papua. Para elit politk, birokrasi, TNI/Polri (Tentara Nasional Indoensia dan Polisi Republik Indonesia), akademisi Indonesia terus mengepung Papua dengan berbagai narasi dan kebijakan tanpa ampun. Pengalaman hidup bersama selama 58 tahun telah membuktikan bahwa pemerintah Indonesia selama ini memandang Tanah Papua sebagai tanah kosong, tanah tidak bertuan. Pengalaman demikian sangat menciderai hati dan merendahkan martabat umat Tuhan di Tanah Papua. 

Dalam kurun waktu 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia di tanah Papua. Pemerintah Indonesia telah menggelar 15 kali operasi di 

tanah Papua dalam meredam konflik di Tanah Papua. Ruang kemerdekaan menyampaikan pendapat terus dibungkam. Demikian juga masih menutup akses Dewan HAM PBB dan Komunitas internasional untuk datang mengunjungi Papua.Pada saat kami mengeluarkan seruan ini, masih terjadi konflik TPNPB dengan TNI/Polri di 6 Kabupaten: Kabupaten Intan Jaya,Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Nduga, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Puncak Papua.Gabungan aparat keamanan TNI/Polri dengan dalil mencari anggota TPNPB masih melakukan penyisiran di pemukiman warga sipil. Akibatnya masyarakat Papua banyak yang memilih mengungsi di hutan atau di kabupaten tetangga sekitarnya. Sekitar 60.000orang lebih umat Tuhan telah mengungsi. Banyak anak-anak dan ibu menjadi korban dan meninggal dunia saat pengungsian. 

1) Kabupaten Intan Jaya

Konflik Intan Jaya terjadi sejak 25 Octobert 2019. Selama dua tahun, telah terjadi 

28 Peristiwa dan menelan korban: 47 orang. Korban dipihak warga sipil (Papua 

dan non Papua) 31 orang (16 meninggal dunia dan 12 orang luka-luka serta 3 

orang warga Intan Jaya menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa). 

Sedangkan pihak TNI/Polri: 14 orang (7 orang meninggal dunia dan 7 orang luka-

luka tembak) sedangkan korban meninggal dunia dipihak TPNPB: 2 orang. Lebih 

dari 3.000 orang mengungsi di Gereja dan diwilayah terdekat. Jumlah aparat 

gabungan TNI dan Polri terus diperbanyak di Kabupaten Intan Jaya.

2) Kabupaten Pegunungan Bintang (Kiwirok)

Kami mencatat setelah peristiwa jatuhnya korban tenaga kesehatan, Suster 

Gabriela Meilan di Kiwirok Kabupaten Pegunungan Bintang kembali munculnya 

pandangan rasisme oleh Ketua MPR RI (Majelis Permusyawartan Rakyat Republik 

Indonesia) Bambang Susantyo yang meminta Pemerintah dan TNI mengerahkan 

pasukan dari 3 mantra (TNI dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan 

Udara) terbaik untuk melakukan operasi di Papua. Situasi di Distrik Kiwirok masih 

terjadi kontak tembak antara pasukan gabungan TNI/Polri dengan TPNPB. Dalam 

konflik kontak senjata 1 anggota TPNPB atas nama Elly M. Bidana tertembak oleh 

pasukan TNI dan korban meninggal dunia, sebaliknya pada waktu yang berbeda 

TPNPB menembak dua anggota TNI atas nama pratu Ida Bagus Putu (meninggal 

dunia) dan Sutarmidji (luka tembak) serta 1 anggota Polri, Muhammad Kurdiadi 

(meninggal dunia).

Pada pekan kedua October 2021 aparat keamanan diduga telah menjatuhkan 

bom mortar di 4 pemukiman masyarakat (Kampung Pelebib, Kampung Kiwi, 

Kampung Delpem dan Kampung Lolim). Akibat konflik ini, sekitar 5.000 orang 

penduduk setempat telah mengungsi di hutan dan kampung terdekat serta 

menyeberang ke Negara Tetangga PNG (Papua New Guinea).

3) Kabupaten Maybrat

Kami juga mencatat hingga saat ini sekitar 2.768 warga jemaat kami sedang 

mengungsi di Kabupaten Maibrat Provinsi Papua Barat, pasca terjadinya penyerangan Pos Koramil Distrik Kisor Kabupaten Maybrat pada 2 September 

2021 yang mengakibatkan 4 anggota TNI dibunuh dalam penyerangan yang 

diduga dilakukan oleh pasukan TPNPB. Setelah peristiwa penyerangan ini, 4

kompi pasukan TNI dan pasukan Polri digerakan di Maybrat. 

Sesuai dengan laporan yang kami terima dari lapangan bahwa jumlah Korban 

Kekerasan dan Penangkapan Aparat: 34 orang, terdiri dari: 31 orang ditangkap 

dan diperiksa, 2 orang ditahan dan diperiksa, 1 orang diintimidasi. Dari total 31 

orang yang telah ditangkap dan ditahan untuk diperiksa, 8 orang telah ditetapkan 

sebagai tersangka dan masih ditahan, dan 23 orangnya telah dibebaskan setelah 

diperiksa. Dari 8 orang yang ditetapkan sebagai tersangka 5 orang merupakan 

pelajar, 4 diantaranya berusia anak, 1 orang berusia remaja, 3 orang lainnya 

berusia dewasa. Sedangkan dari total 23 orang yang ditangkap, ditahan untuk 

diinterogasi 11 orang merupakan anak dan 1 orang berusia bayi, 10 orang lainnya 

merupakan dewasa. Total jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dan 

penangkapan aparat TNI POLRI dalam kasus ini terhitung semenjak tanggal 2 

September sampai saat ini berjumlah 16 orang dan anak 1 orang.

Kami mendapat laporan juga satu warga jemaat meninggal dunia di tempat 

pengungsian. 15 Jemaat GKI dan 11 Stasi Katolik tidak bisa kembali serta 

kampung-kampung disekitar wilayah Aifat telah kosong. Mereka akibat takut dan 

trauma akibat masih terjadinya penyisiran oleh gabungan aparat TNI/Polri.

Peristiwa Kepala Burung Papua ini mengingatkan publik atas pembantaian yang 

pernah terjadi pada suku Maybrat dimana sekurang-kurangnya 1.500 orang 

terbunuh melalui operasi militer yang melibatkan ketiga mantra dan kepolisian 

selama kurun waktu 1965-1970. Artinya, perjuangan dan pengorbanan rakyat 

Papua di Maybrat ini bukan peristiwa yang baru terjadi pada bulan September 

2021 tetapi telah terjadi sejak lama (1965). 

4) Kabupaten Yahukimo

Kabupaten Yahukimo, beberapa kali telah terjadi kontak tembak antara pasukan 

gabungan TNI/Polri dengan pasukan TPNPB. Pada beberapa peristiwa 

sebelumnya, anggota TPNPB melakukan pembunuhan terhadap anggota dan 

beberapa tenaga kerja, yang oleh TPNPB menyebutkan sebagai mata-mata 

anggota TNI/Polri. 

Selanjutnya pada 2 September 2021 salah satu pimpinan TPNPB Yahukimo, Senat 

Soli ditangkap dan ditembak di kaki, kanan kemudian dibawa untuk melakukan 

pengobatan di rumah sakit Dekai-ibu kota Kabupaten Yahukimo kemudian 

dilanjutkan pengobatan di rumah sakit Bhayangkara Milik Polda Papua dan pada 

27 Juli 2021, ia telah meninggal dunia di rumah sakit ini. Pada 20 November terjadi konflik lagi, anggota TPNPB melakukan penyerangan terhadap anggota 

TNI dan 1 anggota TNI Sertu Ari Baskoro meninggal dunia dan Kapten Inf Arfiandi 

Sukamto korban luka-luka. 

5) Kabupaten Puncak Papua

Sejak awal tahun ini hingga November 2021 di kabupaten Puncak Papua telah 

terjadi beberapa kali konflik antara TNI/Polri dengan TPNPB. Selama konflik di 

Kabupaten ini terjadi beberapa warga sipil Papua telah menjadi korban 

penembakan dan pembunuhan. Hingga saat ini sekitar 16 orang warga sipil 

menjadi korban penembakan dan pembunuhan. Pada saat yang sama jatuh 

korban juga dikalangan TNI/Polri maupun anggota TPNPB.

Akibat konflik ini sekitar 3.000 orang lebih dari 23 Desa di Kabupaten Puncak 

Papua memilih mengungsi meninggalkan tempat tinggal mereka. Sejak TPNPB 

menembak Kepala Badan Intelijen Papua, Brigadir Jenderal TNI, I Gusti Putu 

Danny Nugraha Karya, jumlah kehadirian pasukan TNI/Polri diperbanyak di 

Kabupaten Puncak. Mereka menempati beberapa kantor pemerintahan dan 

gereja. Kami mendapat dari warga jemaat bahwa aparat gabungan TNI/Polri 

mengambil barang-barang apa saja dari rumah warga yang telah mengungsi dan 

menjualnya di kota Ilaga.

6) Kabupaten Nduga

Konflik di Kabupaten Nduga terjadi pada Desember 2018 dan masih berlanjut 

pada saat kami keluarkan seruan ini. Akibat konflik ini, selama 3 tahun

(Desember 2018-November 2021) 47.000 warga jemaat telah mengungsi. Banyak 

warga sipil telah menjadi korban selama konflik. Sesuai laporan yang kami miliki 

sekitar 295 orang warga sipil meninggal dunia. Selain akibat ditembak oleh 

aparat keamanan, sebagian besar dari mereka meninggal dunia selama 

pengungsian karena tidak tersedianya makanan dan obat-obatan.

Bertolak dari pengalaman masa lalu dan fakta-fakta terbaru ini, kami menyimpulkan 

bahwa pemerintah Indonesia masih memilih jalan kekerasan dalam menghadapi konflik 

Papua. 

Semua peristiwa ini kami menyimpulkan sebagai bagian satu kesatuan dari politik 

rasisme sistemik. Kelompok Buzzer yang diduga dimainkan oleh intelijen Indonesia dan 

kelompok pendukung pemerintah terus menyebarkan berita hoax atau berita kontra 

opini tentang Papua yang dilandasi dengan sentiment rasisme kepada Papua. Untuk 

melihat akar konflik dan situasi Papua yang terus kian meningkat dan mengkhawatirkan 

ini kami katakan sudah saatnya pihak internasional khususnya Dewan Hak Asasi Manusia 

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan investigasi secara menyeluruh dan 

komprehensip; aktor, masalah dan solusi konflik Papua.PENGESAHAN SEPIHAK OTONOMI KHUSUS, PENYELENGGARAAN PON XX DAN 

PEPARNAS PAPUA DI TENGAH RATAPAN ORANG PAPUA 

1. Dalam banyak kesempatan kami telah menyerukan supaya pemerintah mendengar 

suara penolakan Otonomi Khusus Papua oleh orang Papua. Pada waktu yang sama kami 

juga telah menyerukan dilakukan Dialog Damai secara bermartabat antara Pemerintah 

Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua. Suara rakyat Papua tentang 

penolakan dan kegagalan Otonomi Khusus Papua 2021 telah dibungkam dengan 

berbagai tekanan. Demikian pula suara lembaga-lembaga di Papua yang lahir dari 

Otonomi Khusus, seperti Majelis Rakyat Papua dibungkam oleh aparat keamanan. 

Dengan berbagai manipulasi, tipu-daya yang dilandasi pandangan fasis dalam bulan Juli

2021 Pemerintah memperpanjang Undang-Undang Otonomi Khusus dengan 

mengesahkan secara sepihak UU No. 2 tahun 2021. Kami menyaksikan segelintir elit 

partai, elit birokrasi, menteri tertentu menjadikan Otsus sebagai proposal hidup untuk 

kepentingan materi, investasi ekonomi, memperkuat basis militer di tanah Papua dan 

melanggengkan kekuasaan politik mereka. 

2. Kami menilai hanya demi memuluskan pengesahan Otonomi Khusus Papua jilid 2,

Pemerintah telah memberikan label baru kepada orang Papua sebagai teroris. Beberapa 

pejuang Politik Papua Merdeka diantaranya Victor Yeimo ditangkap dengan dalil 

tuduhan aksi rasisme pada Agustus 2019. 

3. Otonomi Khusus jilid 2 tahun 2021, di buat oleh dan untuk kepentingan Jakarta dalam 

rangka mempercepat lonceng kematian orang Papua melalui pemekaran infrastuktur 

pemerintahan Sipil dengan pemekaran Kabupaten dan provinsi sebagai media 

pendudukan Indonesia dari pulau-pulau lain di Indonesia untuk datang menduduki dan 

menguasai tanah Papua. Otsus Jilid 2 juga memberikan peluang mempercepat 

pengembangan infrastruktur TNI/Polri di tanah Papua sebagai alat Negara dalam 

penindasan, terror bagi umat Tuhan di tanah Papua. Militerisme dan pendudukan sipil 

warga Indonesia, investor bersekutu untuk menghancurkan orang Papua. 

4. Pemerintah juga membungkam dan melakukan kriminalisasi terhadap lembaga-lembaga 

dan para aktifis HAM dari Indonesia yang bersuara situasi pelanggaran HAM, bisnis 

militer, kepentingan investasi oleh pejabat pemerintah, elit politik, birokrasi, para 

purnawirawan TNI/Polri di tanah Papua. Krimininalisasi terhadap Pak Haris Azhar dan 

Direktur Kontras Fatia Maulidiyanti oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan 

Investasi Letnan Jenderal Purnawirawan Luhut Binsar Pandjaitan di Polda Metro Jaya

pada 22 September 2021 dan terror Bom terhadap orangtua Pengacara HAM Papua, 

Veronika Koman pada 7 November 2021 oleh orang tidak dikenal, kami menilai sebagai 

upaya Negara dalam mengbungkam suara kritis atas situasi Papua yang dipratekan oleh 

Pemerintah Indonesia selama ini.Ditengah situasi Papua demikian ini, kami prihatin pengerahan 10.000 lebih personil 

TNI/Polri dari luar Papua dalam rangka pengamanan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-

20 di Papua awal October 2021. Kehadiran aparat dalam jumlah besar demikian 

memberikan tekanan psikologis dan tekanan terror kepada orang Papua yang telah lama 

mengalami ancaman hidup. Presiden Joko Widodo, lebih mementingkan pelaksanaan 

PON di tengah Pandemi Covid 19, yang mengakibatkan rakyat Papua dan Indonesia 

menjadi korban wabah ini. Oleh karena itu, kami prihatin sikap Presiden Joko Widodo 

yang tetap memaksanakan melaksanakan PON XX Papua pada October 2021 ditengah 

pandemic Covid 19 dan ditengah situasi Papua yang berduka karena Operasi Militer 

sedang berlangsung di beberapa wilayah di Tanah Papua.

6. Dalam suasana Papua berduka, Pemerintah juga menyelenggarakan PEPARNAS (Pekan 

Paralimpik Nasional) XVI pada awal hingga pertengahan bulan November 2021 di 

Jayapura Papua.

7. Kegiatan PON XX Papua dan PEPARNAS XVI Papua dibuka dan ditutup oleh Presiden Joko 

Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Presiden dan Wakil Presiden Indonesia selama 

di tanah Papua tidak membicarakan penyelesaian konflik Papua yang berkepanjangan. 

Mereka benar-benar menutup mata dan hati atas konflik Papua. Sebaliknya, pada saat 

yang sama TNI dan POLRI terus melakukan operasi dibeberapa wilyah di tanah Papua. 

Menurut UU No 34 Tahun 2004, kewenangan pengerahan TNI berada di tangan 

Presiden, dan harus mendapat persetujuan DPR RI. Jika tidak ada persetujuan maka 

Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut. Sampai saat ini, 

Operasi Penegak Hukum dan Operasi Militer di Papua tidak berbekal Keputusan 

Presiden yang disetujui oleh DPR RI. Jika demikian kami dapat menyimpulkan bahwa 

Operasi Militer yang diadakan di tanah Papua berstatus Ilegal.

C. MENINGKATNYA MIGRASI, ISLAMISASI DAN KRIMINALISASI PARA PEMIMPIN DI 

TANAH PAPUA

1. Dengan dalil sebagai negara mayoritas berpenduduk Islam, di berbagai wilayah 

Indonesia maupun di Tanah Papua proyek Islamisasi terus meningkat dari waktu ke 

waktu. Pemerintahan sipil, TNI/Polri dan politisi bersekutu menyukseskan misi agama 

Islam di tanah Papua. Kita menyaksikan pembangunan gereja di berbagai wilayah di 

Indonesia di larang, dihancurkan, dibakar hingga dibom. Fakta bahwa orang Kristen di 

Indonesia hidup tidak aman. Pada saat yang sama, gereja-gereja di pedalaman Papua; 

Nduga, Jila, Bela, Alama, Mapenduma, Puncak Jaya dihancurkan dan dibakar oleh militer 

sejak tahun 1970- hingga saat ini. Demikian juga para pendeta, gembala dan pastor di 

stikma, dicurigai hingga ditembak mati. 

2. Belakangan ini semakin gencar dan sistematis mengambil anak-anak pedalaman dengan 

iming-iming disekolahkan gratis kemudian di bawah ke pulau Jawa. Selama 2005-2013, 

hampir 200 anak-anak dari pedalaman khusus dari Wamena, Yahukimo dan sekitarnya dibawah ke Jawa. Mereka sampai di Jawa kaget karena bukan disekolahkan tetapi 

dimasukan di pesantren milik Islam. Akibatnya beberapa dari mereka melarikan diri. 

Banyak anak-anak pedalaman Papua yang menjadi korban dan meninggal dunia di Pulau 

Jawa.

3. Pasca berakhirnya konflik agama di Maluku dan Poso-Sulawesi, Islam Trans Nasional

seperti anggota kelompok Hizbut Tahrir Indonesia, Jemaah Tahligh dan Salifi-Wahhabi 

masuk di tanah Papua. Kelompok ini ditandai dengan masuknya sisa anggota Laskar 

Jihad ke Papua setelah mereka tidak lagi beroperasi di Ambon. Di Papua mereka 

menyebar di Manokwari, Kaimana, Sorong, Jayapura, Merauke dan tempat lainnya. 

Dampak buruk dari eksodus mereka ke Papua adalah konflik skala kecil di Manokwari 

dan Kaimana yang salah satu penyebabnya adalah kehadiran sisa veteran Laskar Jihad 

pada tahun 2006. Masuknya Ustad Ja’far Umar Thalib (JUT) panglima Laskar Jihad di 

Malaku ke Papua khususnya di Keerom kemudian terjadi insiden di Koya pada 27 

Februari 2019 sebagai bagian dari Islam Trans Nasional di Papua. Kehadiran kelompok 

ini mengusik relasi keharmonisan Islam tradisional yang terbangun secara turun-

temurun diantara orang Papua di Wilayah Fakfak, Kaimana dan sekitarnya.

4. Pembangunan rumah ibadah dan pesantren begitu pesat berkembang di Tanah Papua. 

Di Kota dan Kabupaten Jayapura pada 2021 ini telah berdiri 127 masjid termasuk 

musholah. Jumlah ini perkembangan begitu pesat. Sebab pada 1969, hanya 1 masjid 

yang berlokasi di ujung jalan percetakan di Kota Jayapura. Jumlah perkembangan yang 

pesat juga terjadi di Kabupaten Keerom, Merauke, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, 

Manokwari, Fak-Fak, Kaimana, Nabire, Biak dan Timika. Kabupaten di wilayah pesisir 

Utara, wilayah Selatan dan Kepala Burung Papua yang telah disebutkan di atas telah 

mengalami perkembangan pesat.

5. Untuk misi yang sama pemerintahan sipil dan intelijen melalui warga jemaat dan 

pendeta tertentu dari dalam telah memecah belah kesatuan gereja-gereja di tanah 

Papua, seperti Sinode Baptis, KINGMI Papua dan beberapa Gereja lainnya.

6. Di tengah situasi penguasaan Papua sebagaimana digambarkan di atas kami 

mengapresiasi terlenggaranya Konferensi Sinode KINGMI Papua, pada 1-6 November 

2021 di Gereja Kingmi Mile 32 Kabupaten Mimika Papua. Kami menyampaikan Ucapan 

Terima Kasih kepada Pdt. Dr. Benny Giay, Ketua Sinode yang lama, yang selama 10 

tahun menggembalakan warga KINGMI Papua dengan baik dan ucapkan selamat kepada 

Ketua Sinode baru, Pdt. Tilas Mom.

7. Kami mengapresiasi dan menyampaikan Ucapan Terima Kasih kepada Bapak Bupati 

Mimika, Eltinus Omaleng yang telah menghibahkan tanah milik pribadinya untuk 

pembangunan Gereja Kemah Injil Kingmi Papua di Mile 32 Mimika. Kami 

memprihatinkan pihak tertentu bermain demi kepentingan kekuasaan berupaya menjatuhkan nama baik, harga diri dan martabat Bapak Eltinus Omaleng dimata publik 

melalui penegak hukum khusunya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sebab a). Hasil 

audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) 2015, 2016, 2017, 2018 tidak menemukan 

temuan kerugian Negara, b). Proses tender dilaksanakan secara transparan dan terbuka 

bukan penunjukan, c). Karena itu kami memprihatinkan dan menolak beredarnya Surat 

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang status Bupati Eltinus Omaleng sebagai 

tersangka yang kemudian dimuat disejumlah media masa sebagai bagian dari permainan 

pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik di Kabupaten Mimika.

D. SERUAN KAMI 

Menyikapi dinamika Papua yang sangat memprihatinkan sebagai dampak dari politik 

rasisme sistemik, upaya kriminalisasi kepada tokoh-tokoh Papua, kami menyampaikan 

seruan kami:

1. Meminta kepada Dewan HAM PBB (Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa) 

datang berkunjung ke Tanah Papua untuk melihat secara langsung situasi penderitaan 

panjang orang Papua selama 58 tahun.

2. Sudah saatnya pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan rasisme sistemik pada 

orang Papua yang terus semakin meningkat. 

3. Presiden Joko Widodo tetap konsisten mewujudkan statemennya pada 30 September

2019 untuk berdialog dengan kelompok pro referendum, United Liberations Movement 

for West Papua dimediasi pihak ketiga sebagaimana yang pernah terjadi antara 

Pemerintah RI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) pada 15 Agustus 2005.

4. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua 

telah gagal dilaksanaan selama 20 tahun di tanah Papua. Karena itu, kami menolak tegas 

Pengesahan Undang-Undang No. 02 tentang Otonomi Khusus Jilid II, sebab Undang-

Undang ini merupakan kebijakan sepihak Pemerintah tanpa melihatkan rakyat Papua 

sebagai alamat Otonomi Khusus Papua. 

5. Kami menyaksikan upaya pemerintah secara sistematis, massif dan kolektif dalam 

mendorong proyek Islamisasi di tanah Papua, tanah yang manusia Papua 99% adalah 

pengikut Kristus. Pemerintan, TNI/Polri, Elit Politik supaya menghentikan semua ambisi 

dengan orang Papua kemudian mengindentikan penganut agama Kristen dengan Kafir. 

6. Hentikan pengembangan infrastruktur Sipil, Pemekaran Provinsi di Tanah Papua. 

Hentikan juga pengembangan infrastruktur militer yang semakin masif, penambahan 

pasukan yang terus meningkat dalam menghadapi tuntutan dan perjuangan hak-hak 

dasar dan hak Politik orang Papua.

7. Menyampaikan keprihatinan kami atas pengangkatan Panglima TNI yang dimasa lalu 

terlibat dalam operasi khusus di Tanah Papua. Kami menilai Presiden Joko Widodo tidak memperlihatkan itikat baik dalam mempromosikan HAM dan Demokrasi di Tanah 

Papua.

8. Kami meminta Bapak Luhut Binsar Panjaitan supaya menghentikan kriminalisasi 

terhadap Sdr. Haris Azhar dan Direktur Kontras Fatia Maulidiyanti. Kami juga minta 

supaya demi kemanusiaan bebaskan Sdr. Victor Yeimo dan para Pejuang Politik Papua 

Merdeka yang sedang ditahan dari semua dakwaan dan mendesak presiden memenuhi 

janjinya (lihat point 3 di atas).

9. Kami menolak dengan tegas investasi dan eksploitasi pertambangan Blok Wabu dan 

perusahaan lainnya di Tanah Papua.

10. Kami menolak tegas pembangunan Smelter PT. Freeport di Gresik Provinsi Jawa Timur. 

11. Para penegak hukum menghentikan, semua upaya mengkriminalisasi para pemimpin 

sipil pemerintah di tanah Papua yang sedang memperjuangkan pembangunan. 

12. Hentikan upaya kriminalisasi terhadap Bupati Kabupaten Timika, Eltinus Omaleng, 

sehubungan pembangunan Gereja Kingmi di Mile 32 Timika. Kami sebagai pemimpin 

gereja mengapresiasi perjuangan keras Pak Omaleng yang telah menghibahkan tanah 

dan dana awal untuk pembangunan Gereja Kingmi Papua.

13. Memohon Dukungan doa dari solidaritas dari umat Kristiani di Indonesia, Melanesia, 

Pacifik, Afrika, Caribia, Uni Eropa, Asia dan Amerika Serikat dalam penyelesaian konflik 

Papua yang berkepanjangan ini.

Kiranya seruan ini mengingatkan kita untuk mengkongkritkan deklarasi Papua Tanah 

Damai demi membela dan memperjuangkan keadilan, perdamaian dan martabat umat 

Tuhan di Tanah Papua.

Jayapura, 21 November 2021

DEWAN GEREJA PAPUA

(West Papua Council of Churches)

Pdt. Benny Giay Pdt. Andrikus Mofu

 

Pdt. Dorman Wandikbo Pdt. Socratez S. Yoman

x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernyataan Sikap Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK-Surabaya. Selasa, 25 Mei 2021

Pernyataan Sikap Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK-Surabaya. Selasa, 25 Mei 2021 Doc Dokumentasi AMP KK Surabaya Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Amakanie, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak  Waw.awawawawa...wa...wa...wa...wa! 1. Bebaskan Victor F. Yeimo, Ronald Levi, Kelvin Mondala dan seluruh tahanan politik Papua tanpa syarat. 2. Hentikan Kriminalisasi terhadap seluruh aktivis Papua. 3. Tarik Militer organik dan Non-organik dari seluruh tanah Papua. 4. Buka akses jurnalis di seluruh tanah Papua. 5. Mengutuk keras tindakan ormas reaksioner yang melakukan intimidasi dan teror terhadap mahasiswa Papua di Malang dan seluruh Indonesia 6. Segera cabut pelabelan teroris terhadap TNPB/OPM pada umumnya orang asli Papua (OAP). 7. Tolak Otonomi Khusus jilid 2  8. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri, sebagai solusi demokratis bangsa Papua.

OLIGARKI - KAPITALISME & PELANGGARAN HAM DI PAPUA

OLIGARKI - KAPITALISME & PELANGGARAN HAM DI PAPUA doc:Ilustrasi sumber:pribadi     Penulis Oleh : Maner Kay (Mahasiswa papua kuliah di universitas muhamadiyah Jember jawa Timur) Sejarah kehidupan manusia adalah sejarah perjuangan kelas (Karl Marix- 1818-1883)   Oligarki Selama berabad-abad, Oligarki dianggap diperkuat oleh kekayaan, anggapan ini dikacaukan oleh teori elite pada awal abad-17. Kesamaan berbagai Oligarki sepanjang sejarah adalah bahwa kekayaan mendefnisikan dan memperkuatnya, dan secara inheren membuat roda pemerintahan bejalan tidak efektif. Dalam buku “Oligarki” Jeffrey A. Winters menjelaskan bahwa Motif dan keberadaan Oligarki di semua negara-negara adalah mempertahankan kekayaan. Upaya mempertahankan kekayaan dengan bemacam-macam pola, tergantung pada kepentinganya. hal ini termasuk seberapa jauh Oligarki itu terlibat dalam menghadirkan koersi/ pemaksaan yang mendasari dalam segala klaim hak milik, dan juga apakah upaya itu dilakukan secara sendir

4 korban TNI-AD di Sorong Demi Oligarki dan Kapitalisme

4 korban TNI-AD di Sorong Demi Oligarki dan Kapitalisme Doc TNI AD saat Evakuasi Sumber: Facebook 4 korban serdadu Indonesia di Sorong Papua barat 2/09/21 tadi. Negara tidak akan memberikan solusi yang lebih demokratis dan manusiawi, Guna menyelesaikan konflik berkepanjangan dan melihat akar persoalan Papua vs Indonesia. Hak asasi manusia (HAM) dibaikan atau tidak diutamakan dan dibicarakan Oleh negara, justru sebaliknya karena Indonesia lebih menghargai kapitalisme eksloititasi SDA di Papua barat .  Karena bagaimanapun manusia itu makhluk hidup yang mulia merdeka yang berhak mencabut nyawa adalah Allah Sendiri, tidak bisa korban atas Nama "NKRI HARGA MATI"emang NKRI harga mati bisa menciptakan manusia?😁. Jawab sendiri; Presiden Joko Widodo dengan sistem kekuasaan serta kroni-kroninya tak akan merespon atas situasi ini, mungkin mereka mencari pola militer juga karena watak mereka memang penjajah. Aparat kolonial Indonesia adalah bagian dari ciptaan Tuhan, dan mereka mem