Langsung ke konten utama

Peringatan Hari HAM Internasional 10 Desember 2021

 

Doc: undangan famlet untuk terbuka 

Merdeka yang HAMpa 

(ini bukan festival) 

Tanggal 10 Desember dengan ditetapkannya peringatan Hari HAM internasional merupakan momentum penting agenda tahunan dalam merefleksikan kembali sudah sampai mana kita memperoleh Hak-Hak dasar yang harusnya melekat dalam setiap diri manusia. 

Dalam sejarah singkatnya peringatan Hari HAM berawal dari kekejaman Perang Dunia ke-II (1939-1945) yang telah memberikan pelajaran penting bagi masyarakat dunia. Untuk merespon kesadaran akan perlunya penegakan HAM, Majelis Umum PBB menyepakati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), agar tragedi serupa tidak terulang kembali. 

Tahun 1947 Anggota Komisi umum PBB merumuskan draft awal DUHAM dan diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Pada tanggal 10 Desember 1950 Majelis Umum PBB  menerbitkan resolusi 423 yang berisi himbauan kepada seluruh anggota dan organisasi PBB untuk memperingati Hari HAM internasional di tanggal 10 Desember. Semenjak itu juga Seluruh negara termasuk Indonesia memperingati Hari HAM disetiap tahunnya. 

DUHAM memiliki tiga nilai pokok yang menjadi diskursus atau wacana tentang HAM sampai hari ini, yaitu penghormatan martabat manusia, kemerdekaan, dan kesetaraan. Selaras dengan deklarasi tersebut, didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa pernghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan,dan pemajuan (P5) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah tanggung jawab negara. 

Mengrucut pada penjelasan dasar hukum HAM diatas maka perlu rasanya kita sebagai individu yang bernaung didalam negara indonesia ini untuk merefleksikan kembali mengenai bagaimana tanggung jawab negara dalam menyoal Hak Asasi Manusia,  yang kami bagi dalam 5 persoalan yang kami soroti. 

Pertama, pengusutan pelanggaran HAM berat masa lalu dan masa kini yang setengah hati. Meski terdapat komitmen dari presiden yang menyatakan bahwa seluruh institusi negara harus mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, namun dalam kenyataannya pemenuhan atas hak kebenaran, keadilan dan reparasi bagi korban tidak pernah terwujud ditambah dengan terhambatnya beberapa kasus pelanggaran HAM dikejaksaan agung serta dibebaskannya para pelaku oleh pengadilan HAM hingga Mahkamah agung menambahkan keyakinan bahwa terdapat pengusutan pelanggaran HAM masa lalu yang setengah hati. Belum lagi pelanggaran HAM masa kini yang terjadi seperti beberapa kasus yang menjadi atensi nasional, yaitu represifitas aparat negara dalam merespon aksi demonstrasi Reformasi dikorupsi yang telah menelan setidaknya 5 korban tewas dan di aksi omibuslaw terdapat kriminalisasi baik terhadap peserta aksi maupun kordinator aksi menguatkan asumsi kami bahwa negara sama sekali tidak ramah dalam persoalan hukum dan HAM. 

Kedua, Masifnya kriminalisasi terhadap para pejuang khususnya disektor lingkungan. Menilik permasalahan struktural yang hari ini masif atas tindakan akumulasi surplus kapital yang sifatnya eksploitatif terhadap sumber daya alam dinegara kita membuat keterancaman ekologi yang tentu direspon oleh masyarakat terdampak maupun aktivis lingkungan yang berujung pada proses kriminalisasi. Tentu upaya kriminalisasi ini menjadi preseden buruk bagi persoalan HAM, Padahal pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

Ketiga, agenda militerisasi bukan solusi bagi papua. Pendekatam militeristik hanya akan menambah rentetan kekerasan dan teror bagi masyarakat papua. Catatan terbaru pada tanggal 8 februari 2021 konflik dikabupaten intan jaya papua kembali memanas yang membuat warga harus mengungsi, ditambah adanya kontak senjata yang menimbulkan rentetan kekerasan terhadap warga papua (tirto.id), maka hal ini tidak selaras dengan spirit penegakan HAM.

Keempat, maraknya pelecehan dan kekerasan seksual serta lemahnya pengusutan terhadap pelaku. Baru-baru ini isu tentang pelecehan dan kekerasan seksual menjadi tranding topik. Mencuatnya isu pelecehan dan kekerasan seksual terjadi pada beberapa kasus yang terblow up dimedia, yaitu kekerasan seksual diwilayaj kampus hingga yang terbaru mendiang almarhum novia widyasari yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh salah satu personil aparat kepolisian. Dengan maraknya kejadian pelecehan dan kekerasan seksual perlu rasanya kami membawa isu ini didalam refleksi hari HAM sebagai upaya penyadaran  didalam konstruksi sosial masyarakat yang patriarkis ini. Dan tentu seiring momentum memperingati Hari HAM, lemahnya keadilan bagi para korban adalah suatu hal yang perlu disuarakan mengingat tiga nilai pokok dalam duham yaitu penghormatan martabat manusia, kemerdekaan, dan kesetaraan, maka bisa kami katakan negara belum dapat memberikan akses ruang aman bagi perempuan sebagai bentuk penghormatan martabat manusia dan kesetaraan

Kelima, wujudkan pendidikan gratis sebagai bentuk pemajuan manusia sesuai amanat UUD 45. Kalimat " Mencerdaskan Kehidupan  bangsa" Dalam pembukaan UUD NKRI 1945 Adalah tanggung jawab negara. Sehingga sangat tidak pantas apabila negara tutup mata akan realita saat ini. Dimana biaya pendidikam yang semakin hari semakin meninggi menyebabkan banyaknya warga negara yang putus sekolah atau bahkan tidak mampu untuk pergi ke sekolah karena pengetahuan dan pendidikan adalah modal sebagai bentuk pemajuan maka perlu kiranya merefleksikan bahwa mengenyam pendidikan gratis adalah bagian dari Hak Asasi Manusia. 

Di momentum memperingati Hari HAM ini kami "Ruang Kost" memberikan ruang alternatif sebagai penjewantahan dari ekspresi sebagai manusia yang hak-haknya belum didapatkan. Kami mengundang kawan-kawan semua untuk turut berpartisipasi dalam agenda refleksi hari HAM dengan tema " Merdeka yang HAMpa (ini bukan festival)". Seiring dengan tema yang kami usung kami menyepakati bahwa kontekstual merdeka yang kita dapatkan dalam negara hari ini masih hampa (kosong). Maka perlu kita memberikan ruang alternatif sebagai akses merefleksikan dan menyuarakan dengan cara yang elegant,  yang tidak hanya berkutat pada euforia ceremonial. Perlu dicatat bahwa agenda yang kami buat adalah agenda kolektif tanpa stakeholder parpol, korporasi, dsb yang tidak sesuai dengan jalan gerak kami dan kami tidak terafiliasi kedalam bendera apapun. 


Salam hormat bagi manusia yang bertahan

"AREK KOST"

#USUTTUNTASPELANGGARANHAMMASALALUDANMASAKINI

#HENTIKANKRIMINALISASITERHADAPPEJUANGLINGKUNGAN

#CABUTDANHENTIKANMILITERISMEDIPAPUA

#HENTIKANDANUSUTPELAKUPELECEHANDANKEKERASANSEKSUAL

#WUJUDKANPENDIDIKANGRATIS



Komentar