Doc: AMP KK Jember Sumber: dokumentasi |
Kronologis Aksi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jember -20-12-2021*
- Jam 8 : 25 keluar 2 anggota satpam unej
- Jam 8 : 30 seorang polisi mengampiri kita dan suruj masukan motor ke daerah kampus..
- Jam 8 : 33 lewat satu mobil patroli
- Jam 8 : 34 datang satu orang inteljen
- jam 8 : 6 keluar satu polisi dari mobil patroli/lantas.
- Jam 8 : 46 datang satu polisi lantas.
- Jam 8 : 51 satu orang polisi pantas mendekati masa aksi, pada saat persiapan keluar...
- Jam 8 : 54 berdiri 2 orang satpam 1 satu inteljen & satu orang polantas di depan jalan keluar masuk kampua unej.
- Jam 8 : 57 persiapan barisan di mulai..di pimpin oleh Korlap, disaksikan oleh 3 orang Polisi lantas, 2 orang satpam Unej dan satu orang tdk dikenal
- . Jam 8 : 59 masa aksi bertolak...
- Jam 9 : 02 polisi lantas mendekati masa aksi...
- Jam 9 : 03 samping warung ada satu orang intel
- . Jam 9 : 6 datang seorang intel dan mengambil gambar foto 2x
- . Jam 9 : 22 keluar satu orang polisi dari mobil lantas.
- Jam 9 : 24 lewat satu mobil avansa mengkis paksa aksi masa.
- Jam 9 : 26 satu orang petugas kpu unej memotret masa aksi.
- Jam 9 : 31 datang seorang intel berpakaian Gojek dan memotret masa aksi..
- Jam 9 : 33 berdiri satu orang intel di dekat konter hp oppo & sampung .
- jam 9 : 45 Dekat konter hp sampung dan Oppo di jalan kalimantan nmr 57, datang satu orang intel dan berfoto masa aksi.
- Jam 10 : 16. satu intel bersembunyi di dekat toko sendal, tepatnya dekat jalan masuk kosan kaka stenly
- . Jam 10 : 00. 2 polisi dan 2 ormas berdiri di depan bersimpangan DPRD
- . Jam 10 : 33 datang satu ormas dan berfoto dan 7 orang intel duduk di samping warung dekat kantor DPR besamaan dengan satu anggota DPR
- Jam 10 : 39 datang satu orang tentara & melihat berjalanya aksi
- . Jam 10 : 42 seorang sopir mobil blakos buang rilis dari dalam mobilnya ke aspal.
- Jam 10 : 50 berdiri 3 orang polsisi di bundaran DPR dan satu mobil patroli berukuran kecil berdiam di situ.
- . Jam 10 : 53 Berdiri 4 orang tak dikenal,memotret masa kasi dari jarak jauh.....
- Jam 10 : 55. berdir satu anggota DPRD di depan kantor DPR, DPR itu memantau masa aksi dari dalam pagar.
- Jam 11 : 05 masa aksi duduk di depan DPR.
- Jam 11 : 09. datang mobil lantas.
- Jam 11: 22 Terjadi macet di bunraran di DPR
- . Jam 11: 26 masa aksi kembali berdiri dan mempersiapkan orasi politik.
- Jam 11: 44 pembacaan pernyataan sikap dijalankan
- Jam 11: 58 pernyataan sikap selesai dibacakan, masa aksi darahkan balik oleh Kolap.
- Jam 11: 59 masa aksi bertolak kembali ke daubelway, dimana titik kumpul.
- Jam 12 : 13 masa aksi tiba di diberkat dengan kawan" solidaritas
- 12 : 15 masa aksi kembali ke Kontrakan
Berikut pernyataan Sikap AMP KK Jember dan pers rilis :
Pernyataan Sikap
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Jember
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak. Wawawawawawa...wa...wa...wa...wa!
TRIKORA 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA!
Akhir-akhir ini menunjukan Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. [1] Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.
Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini. Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 61 tahun ini.
Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. [2] Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.
Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.
Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. [3]
Militerisasi di Papua sudah pada level yang teramat memprihatinkan dan telah terbukti gagal menghentikan bahkan memperburuk eskalasi kekerasan di tanah Papua. Bahkan hal ini juga sudah disadari, salah satunya, oleh Panglima Komando Daerah Militer Cenderawasih Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono. Dikutip dari Majalah Tempo beberapa waktu lalu, ia menyatakan mendukung pendekatan dialog untuk mengatasi konflik di Papua dan melakukan kontak tembak, tapi dengan syarat dialog itu tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Serangkaian penjelasan di atas dapat menyimpulkan bahwa akar permasalahan yang terjadi di West Papua adalah cacatnya sejarah integrasi. Kondisi ini kemudian membuahkan praktek militerisasi yang berimbas pada maraknya pelanggaran HAM (pembunuhan di luar hukum, penangkapan, penyiksaan, pembungkaman kebebasan berpendapat), penyingkiran Orang Asli Papua (OAP), dan kerusakan lingkungan. Karenanya diperlukan sebuah mekanisme penyelesaian yang damai dan demokratis, yakni hak menentukan nasib sendiri. Tentu dengan tidak mengesampingkan demiliterisasi di Papua terlebih dahulu.
Dalam rangka menyikapi 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA tersebut hingga 60 Tahun, penyiksaan, pemerkosaann, penindasan, pengisapan, penjajahan terhadap rakyat papua terus berlangsung
Maka dari itu kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan sikap politik sebagai berikut:
- Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua
- Cabut UU Otonomi Khusus Jilid II dan hentikan pembahasan pemekaran daerah otonomi baru (DOB)
- Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua
- . Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua dan hentikan pembangunan Kodim, Korem, Polres, Polsek diatas tanah papua
- . Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia
- . Bebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat
- . Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu dan eksploitasi PT Antam di Pegunungan Bintang
- . Usut tuntas pelaku penembakan dua anak di Intan Jaya
- . Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM
- Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri
- . Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat,yahukimo dan Seluruh Wilayah West Papua lainnya
- Cabut Omnibus Law
- Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses dekolonisasi West Papua sebagaimana pernah mereka janjikan
14. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua
15. Mendesak Pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung
16. Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi bangsa West Papua
17. Buzer, Bais, Bin hentikan memproduksi Hoax mengenai pelangaran Ham diatas tanah papua
18. cabut pelebelan teroris terhadap banggsa west papua
19. usut tuntas pelaku penembakan dua anak dan pendeta yeremia sanambany di intanjaya
20. Hentikan kekerasan verbal dam non verbal terhadap perempuan papua
Demikian pernyataan sikap ini dibuat. Kami menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa West Papua dalam menentukan nasib sendiri untuk mengakhiri penipuan sejarah dan penderitaan di atas Tanah West Papua.
Medan Juang,
Jember 20 Desember 2021
......................................
Komentar
Posting Komentar