Doc: poster oleh WALHI |
Pemerintah pusat dan daerah menunjuk, membicarakan dan menetapkan area Foods Estate ini berdasarkan pertimbangan teknis status dan fungsi kawasan hutan, maupun maginasi pembangunan yang diharapkan merubah situasi sosial dan ekonomi. Dominasia Dan pandangan dalam pengaturan seperti ini umumnya didasari mekanisme dan kuasae Negara atas dasar Hak Menguasai Negara.
Praktiknya proyek-proyek nasional, pemberian izin pengelolaan lahan dan pemanfaatan hasil hutan, tambang dan kekayaan alam lainnya, yang mempunyai targeta Ambisius atas nama pembangunan negara dan kepentingan pertumbuhan ekonomi,i Dilakukan dengan cara paksa, mengabaikan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat,masyarakat lokal dan petani, yang sumber kehidupan dan usaha produksinya dari tanah danh Hutan adat. Sudah pasti objek areal Food Estate dimaksud dimiliki masyarakat adat Papuae Setempat, bukan tanah negara. Berdasarkan penilaian kepentingan dan tujuan proyek yang berbeda, penggunaan lahan skala luas, jenis komoditi yang berbeda, manajemen
pengelolaan dan kelembagaan, minimnya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adate SeKotempat dan lingkungan, maka diperkirakan akan ada pertentangan dan ketegangann Antara pengelola proyek dan masyarakat adat, sebagaimana halnya pada proyek nasional MFEE (Merauke integrated Food and Energy Estate)
Dalam kasus Papua, orang-orang yang mempertahankan tanah dari penguasaan,
serta mereka yang menghidupkan kebudayaan dan meluruskan sejarah, dianggap sebagai
musuh negara. Sambil tanah dan kekayaan alamnya dikuasai, Orang Papua diperlakukan
secara rasis dan terus menerus menjadi sasaran operasi militer. Orang Papua merasa
diperlakukan bukan sebagai manusia, melainkan hanya sebagai objek operasi militer (Giay,
2020).
Pengalihan dan pengambilan hak atas tanah secara paksa dan tanpa persetujuan
masyarakat adat secara luas merupakan kebijakan dan tindakan yang melanggar hak-hak
dasar masyarakat adat dan tidak adil. Pemaksaan, intimidasi dan perampasan hak
masyarakat maupun ‘pengamanan’ proyek seringkali dilakukan melalui pendekatan
keamanan dan penggunaan aparat keamanan secara berlebihan, sehingga akan memicu dan berpotensi terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
Sudah ada contoh proyek BCLSN di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang sudah
berjalan meski pijakan aturannya belum jelas, muncul masalah dan masyarakat setempat mengeluhkan tanah dan kebun mereka yang menjadi sasaran proyek tanpa ada musyawarah mufakat.
Doc: Prabowo Subianto Sumber: Tribunnews |
6 Keterlibatan aparat militer membuat masyarakat setempat.
Baca selengkapnya melalui PDF file di sini atau link dibawah ini.:
https://drive.google.com/file/d/1Rvw0eEX5ogG0848oNMcFN3PuadnDGOXJ/view?usp=drivesdk
Komentar
Posting Komentar