Gerakan Pembebasan Nasional Timor Leste Telah Melancarkan Program Pembebasan Rakyat Dengan Pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan tahun 1974-1975
Program AlfabetiZação Fretilin
Doc: Fretilin
Sumber: Facebook
Gerakan pembebasan nasional Timor Leste telah melancarkan program pembebasan rakyat dengan kegiatan seperti pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan tahun 1974-1975. Sejak awalnya, gerakan pembebasan nasional FRETILIN sudah melancarkan program-program konkret untuk memajukan rakyat Timor Leste. Program-program yang dilakukan pada waktu itu (1974-1975) meliputi pengajaran membaca dan menulis (alfabetização), pengorganisasian koperasi pertanian, kesehatan popular dengan obat tumbuh-tumbuhan, pengembangan kebudayaan, dan sebagainya.
Dalam program-program tersebut para pemimpin FRETILIN tidak hanya berbicara mengenai pembebasan rakyat, tetapi menerapkannya dengan menggabungkan diri bersama rakyat. Mereka sehari-hari bekerja bersama rakyat berusaha mengembangkan sistem kehidupan yang memungkinkan rakyat seluruhnya hidup sejahtera, bebas dari segala bentuk penindasan, penghisapan, kebodohan, dan penyakit. Program yang dimulai oleh Sahe di Bucoli dan Nicolau Lobato di Bazar-Tete ini kemudian berusaha dijadikan program nasional.
Silverio da Silva, seorang penduduk Bucoli yang pada masa 1974-1975 aktif dalam program tersebut mengatakan bahwa. “Program yang paling utama adalah alfabetização dan pengembangan ekonomi. Pada saat itu ada semangat bahwa hanya dengan ilmu pengetahuan kita bisa bikin sesuatu, dan ini harus didukung oleh ekonomi yang seimbang sehingga semua rakyat aktif,” katanya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Francisco Martins alias Teki-Liras di Aileu. “Program kerja itu bukan dibuat setelah merdeka, program kerja sudah disusun sejak berdirinya FRETILIN,” katanya. Menurutnya, dalam keadaan yang sangat sulit FRETILIN sudah membuka sekolah dengan program alfabetização, pertanian, dan kesehatan. “Semua pemuda FRETILIN mengorganisir rakyat di tiap aldeia (basis). Mereka mengajar dan bekerja bersama rakyat,” kenangnya.
“FRETILIN yang sekarang memimpin pemerintahan ini harus menciptakan suatu kondisi agar rakyat kembali melakukan program yang dulu diajarkan dan diperjuangkan FRETILIN,” katanya berharap.
Harapan seperti itu sangat wajar, karena rakyat sangat merasakan manfaat dari kegiatan yang mengandalkan pada kekuatan sendiri tersebut. Para pemuda yang bersekolah mengajarkan pengetahuannya kepada rakyat. Tetapi mereka sekaligus belajar dari rakyat pengetahuan yang tidak mereka miliki seperti tentang kebudayaan dan cara pengobatan tradisional. “Yang mengajar tidak hanya yang tahu baca-tulis. Orang buta huruf yang punya keahlian bertukang kayu (laki-laki), menenun tais (perempuan) juga mengajar,” kata Silverio.
Camarada Silverio tidak hanya mengenang pengalaman masa lalunya. Setelah penguasa pendudukan keluar, ia bersama rekan-rekan sedesanya membentuk Grupo Naroman, untuk meneruskan program pembebasan rakyat yang dulu terhenti karena invasi.
Program ini tidak semata-mata memberantas buta huruf, tetapi rakyat saling membagi pengalaman, dan bekerja bersama untuk memajukan kehidupan. Rakyat yang menentukan waktu, kapan harus bekerja dan kapan belajar. “Jadi kegiatan program itu betul-betul milik rakyat, rakyat yang merencanakan dan melaksanakan,” kata Silverio. Baginya, alfabetização masih relevan diterapkan sekarang. Benar, program seperti inilah yang hingga sekarang terus dikembangkan di banyak negara berkembang untuk membebaskan rakyat dari segala bentuk kebodohan. ***
Direito, 12 Desember 2003
Komentar
Posting Komentar