Di atas kertas lembaran putih ini, ingin saya menulis tentang kisah hidupku
bagaikan dingin dan panas yang selalu kuhadapi, saat usiaku masih 10 tahun
kedua orang tuaku berpisah, Tahun 2010
adalah tahun yang sangat menyakitkan, karena misteri kehidupan
keluarga hancur berantakan akibat masalah rumah tangga (KDRAT), Kami
lima bersaudara, di antaranya empat
orang laki-laki dan satu perempuan bungsu, perpisahan kedua ortuku membuat
kehidupan tidak punya harapan masa depan
yang pasti, Pada masa itu kami lebih mendengar dan mengikuti pelarian ibu, sambil
kehilangan Ayah seorang diri,. Dari kwewagambur kampung asal kami lahir dan di
besarkan oleh kedua orang tua, dari sana
harus berjalan kaki 30 – 40 Km
untuk menuju kampung tiyenggume tempat paman, saat perjalanan membawah sejumlah babi, peralatan masak,
peralatan pokok lain, sepanjang jalan
suara burung, pemandangan hutan, mengelilingi kami, dalam hati saya aman- aman
saja tanpa pikir panjang risiko kehidupan kami.
Selan beberapa minggu kami bersama Ibu berpindah di ibu kota kab.
Tolikara karubaga, di sini kami tinggal
bersama Nenek Kogoyakwe, dari keluarga
ibu kami, Nenek dengan anak- anaknya termasuk berpendidikan, berpengetahuan,
dan berpengalaman, sudah lama hidup di Jawa daerah Jogjakarta nenek suaminya
bekerja sebagai pendeta Bapak Andreas Yikwa dan anak-anak bekerja di birokrasi
pemerintahan kab. Tolikara, kami tinggal di sini diberikan kamar dan di
fasilitasi makanan, minuman.
Kisah di massa SD
Memasuki tahun 2008 saya di suruh
masuk sekolah SD YPPGI karubaga, saat
itu saya di antar bersama ibu masuk
sekolah melihat siswa bermain di halaman
sekolah, dalam pikiran saya senang, tapi juga gengsi karena merasa diri bahwa saya orang kampung
sepertinya tidak layak di sini, disertai
dengan perasaan tidak percaya diri,
langkah- demi langkah memasuki ruang kantor sekolah, kami langsung di terima
oleh kepala sekolah Yahya Bogum beliau bertanya apakah anak bisa baca? Jawab
saya, “dengan suara takut’’, bisa tapi
saya di uji baca dalam kantor, beberapa
cacatan yang di uji pun segera membaca,
akhirnya guru- guru sepakat diterima dan dimasukkan kelas III SD.
Selama di SD YPPGI kehidupan di
warnai dengan dunia mainan dengan teman-temanku, kesibukanku di sekolah belum
bisa merasakan kasih sayang orang tua, di rumah tempat tinggalku tanah merah
ifarganung dekat bandar karubaga
Tolikara, berada dengan sanak keluarga paman, made, dan kakek berkumpul
bersama, makan, dan minum bersama, dalam situasi itu bila seolah- seolah berada
di surga, tapi nenek kogayakwe (Tamiya Kogoya) selalu mengingatkan untuk cuci
piring kotor, menyapu rumah, masak makanan ternak babi, sorenya memberikan
makan babi, dan bila kehabisan kayu
bakar di rumah, pergi untuk mengambil kayu bayar di tagalak paga berjalan kaki
mendaki gunung di bawah kaki pindelo, rasanya mau putus nafasku cuaca panas
pica membuatku putus asah, tapi ku
menyadari ini adalah kehidupan nyata,
harus melakukan ini demi cita- citaku yang selalu sampaikan kepada guru ketika
ditanya dalam kelas tentang cita- cita, guruku obet orang yalimo yahukimo,
beliau sudah lama mengabdi siswa/si di SD YPPGI, dalam hati saya semoga ada yang
memberikan makan dalam perjalanan,
kuberharap bisa selamat jalan tanjakkan aktivitas ini memberikan arti hidup itu
keras, tidak main- main, membangun karakter.
Di rumah bersama nenek kogoyakwe (Lince Kogoya) bersama banyaknya keluarga
yang di tinggal di sana isu gosip- gosip menjadi aktif dan panas saat itu untuk
saling memprovokasi, ketika kala itu sore berjalan made (E) datang dengan suara
keras marah usir mamaku yang sedang berada di rumah lama lantai 2, rumah lama
ini sudah lama di bangun oleh tetek yikwa saat beliau menyabat sebagai ketua
dewan gereja dan klasis gereja injili Indonesia (GIDI) yang ada di wilayah Toli,
situasi sore itu rasanya dalam hati saya hanya bisa pasra dan menangis kejadian
itu, kami diberangkatkan atau di angkut pakai mobil pindah ke tiyenggume
tinggal bersama pamanku bori tabo kakak dari ibuku, beliau sebagai kepala desa
numbugawiya, orangnya vokal dan salah satu tokoh adat di kampung tersebut, ibuku
memutuskan untuk tinggal di tiyenggume, karena itu pamanku harus memikirkan
buatkan rumah sendiri, rumah Honai rumah adat suku lani papua, rumah ini
dibangun dengan peralatan sederhana, seperti kayu, tali , alang- alang, Namun
rumah Honai bisa bertahan puluhan tahun
bahkan ratusan tahun.
Beberapa minggu tinggal di tiyenggume, saya mengingat aktivitas sekolahku
yang serba asyik dan menyenangkan di SD YPPGI Karubaga, tidak ada cara selain
harus mendesak ibu, dengan segala pertimbangkan saya di suruh di tinggal di
(Nenek Roti) nenek kogoyakwe (Tanggi) sudah lama belajar roti sejak zaman misionaris
kondabaga, beliau masih aktif pembuat
roti. Kami tinggal di sebuah rumah Gumuk dapur, untuk tidur hanya pakai alas tingkar dan selimut
untuk menutupi badan dari bahayanya nyamuk dan dingin. Usai Naik kelas 5
semester genap pindah ke rumah bapak jawa (Pdt. Andreas Yikwa) Beliau sudah
lama di Jawa dan fasih bahasa Jawa. Perpindahan itu bukan melalui langsung tapi
made ( Alm. Lis Yikwa) meninggal, dan Nenek Kogoyakwe ( Alm. Lince Kogoya)
istri dari Bapak Andreas Yikwa. Ini menjadi titik kesempatan untuk tinggal di
sini, karena secara garis keturunan lebih dekat, sehingga dari tempat sini Naik
kelas Enam SD bersama Omku Kelias Tabo. Kelias Tabo adalah teman kelasku dan
secara garis keturunan juga keluarga yang cukup akrab,
Kisah di massa SMP
sesudah wisuda/ ujian SD sekarang saatnya masuk SMP, waktu itu kami lebih
memilih SMP YPPGI Karubaga, karena secara administrasi dan lembaga sekolah yang
sama.
Usai daftar sekolah SMP YPPGI Karubaga, jalan- jalan (Traveling) liburan
menjadi pilihan terakhir, liburan ke wamena Ibu Kota Kab. Jayawijaya dan
sekarang Ibu Kota Provinsi Papua Pegunungan. Saat di sini made Eppy Yikwa
memberikan uang 1 JT untuk belanja pakaian seSMP, dalam hati saya rasanya
senang sekali bisa dapat uang Nominal besar seperti itu, tidak lama langsung
belanja pakaian bersama Omku Kelias Tabo, beli seragam biru putih, jaket,
sepatu, kaos kaki, buku dan bolpoin.
Keesokan harinya pagi- pagi sekali
berada di terminal wamena angkutan umum
jurusan wamena- Tolikara mobil strada
4x4, Om kelias dengan beberapa kenek memaksaku Naik mobil yang kondisinya penuh
orang dan barang, dalam perasaan saya ada yang
tidak beres, disertai perasaan kekawatiran, secara spontan saya langsung sampaikan ke om
kelias bagaimana kalau kita naik mobil yang di belakang ini saja? Yang
kelihatannya masih kosong, dengan
kondisi mobil aman-aman saja. Tapi om kelias dengan kenek menyuruh secara
paksa naik mobil yang sudah penuh itu. Di sini aku pasrah ku berharap
keselamatan menjadi kunci dalam perjalanan kali ini ke Tolikara. Perjalanan pun
mulai start menelusuri
pinggir rumput, pepohonan, gunung dan
sungai Kali Balim , memasuki Tagime berbatasan antara Tolikara, Wamena,
Mamberamo Tengah , dan Lanny Jaya, Mulai Naik tanjakan bolakme, 80 Meter sebelum puncak bolakme jalan paling ekstrem
kerusakannya, Mobil rusak bagian Perr Ban. Di sini perasat saya tadi di wamena
tidak melecet, walaupun kecewa, tapi harus ikhlas situasi ini. Dari sini
seharusnya naik mobil lain untuk naik ke Tolikara, Tapi justru balik ke wamena,
sesuai dengan permintaan om kelias, seolah- olah semua keputusan om yang
sempurna.
Berada di sekolah rasanya senang dan bahagia, karena ini pengalaman pertamaku, Pagi kala
itu melihat instruksi dan tata tertib sekolah yang cukup ketat membuatku semakin disiplin dan rajin,
pak Guru (Alm.) Arius Kaise beliau orang Merauke, sudah lama mengabdi,
karakteristik yang selalu aktif dan disiplin mengajar dari kelas 1 sampai kelas
3 SMP, Ia mampu kendalikan semua
siswa/i, selalu memberikan motivasi, inspiratif, sosok guru yang hebat, semoga
engkau tenang di beda alam, dalam hati saya hari ini hanya bisa menangis.
Hari demi hari, munggu demi minggu, bulan dan Tahun berada di SMP YPPGI
Karubaga belajar banyak hal pokok hidup, di warnai kisah pahit dan senang,
berada di sekolah waktu masih menjadi ketua kerohanian Organisasi Intra Sekolah
(OSIS), di sana mental keberanian saya muncul, tampil di depan rasanya senang,
ambisi ingin pemimpin orang lain,. Bulan Juni tahun 2014 Naik kelas dua SMP,
samping itu pelayanan di gereja Jemaat Yerikho (Tiyenggume) menjadi ketua pemuda, semakin ke sini jiwa kerohanian saya semakin
baik, wibawa dan etika lingkungan
masyarakat cukup kenal khususnya di Tiyenggume di sekitarnya, di sisi lain saya
sering mendapatkan Renkimg kelas juara 1,2, dan 3 itu di sekolah menjadi cukup
terkenal antara guru- guru seperti ibu Guru Nellly E. Tadilembang, Ratta, Mei
Wenda dan Pak Guru Arius Kaise, Pugumis, Albert Pekei.
Di sini munculnya awal mula mengenal asmara cinta, pada malam hari pukul
tujuh malam waktu tenang bersama teman-teman
di rumah ifargunung sambil duduk minum Kopi (Ngopi), mulailah dengan
cerita percintaan, mulai dari satu orang ke lain, saatnya saya cerita tentang
kisah cinta karena belum pernah ada hubungan perempuan sehingga saya mulai cerita bagaimana saya
menyukai perempuan satu ini, secara terus terang saya sampaikan bahwa, saya
sangat menyaki dia tapi bagaimana cara saya harus memulainya, ada satu kaka
senior saya tidak perlu sebutkan namanya di sini, beliau sarankan menulis surat
cinta menggunakan kata romantis mutiara, di akhir catatan isi suratku kukatakan
I LOVE You Forever, di sartai gambar Bungga, Esok harinya pagi-pagi sudah di
sekolah SMP YPPGI Karubaga, tidak lama-lama saya menahan surat isi hatiku, tapi
saya langsung saya kasih surat tersebut lewat temanku Lingga Bogum ketika itu
temanku Lingga Mulai bergegas kasih surat ke peronda alias Verbox,
setelahnya dua jam kemudian saya dapat
konfirmasi, kalau surat sampai di tangan wanita yang kunantikan, Semoga
beberapa hari kedapkannya saya bisa mendapatkan belasan surat cintanya, ternyata tak lama kemudian dua hari berjalan
saya paginya saya mendapatkan balasan surat cinta wanita sejatiku sampaikan isi
hatinya kalau ada perasaan menyukaiku, karena
saya dengan verbox tak punya HP
untuk komunikasi yang lebih mesra dan relasi yang lebih intim, kami hanya tukar
komunikasi lewat teman Lingga, jadi temanku lingga bogum salah satu kontribusi besar dalam perjuangan
cintaku, terima kasih kepada kawanku lingga yang sudah berjuang saat itu.
Naik Kelas 3 (VIII) SMP, memulai dengan bagaimana nanti bisa masuk SMA yang
populer, Guruku Arius Kaise, sering menjelaskan sekolah SMA yang kompeten di Wamena
dan di jayapura, kalau di Wamena SMA SANTO TOMAS, dan di Jayapura SMA buper
waena Jayapuara, saya jadi terinspirasi dan termotivasi untuk masuk di antara dua sekolah itu, memasuki Bulan
Mei 2014 mendengar pengumuman Ujian
sekolah dan ujian nasional SMP, Setelahnya bulan Juni ujian sekolah dan
nasional SMP, setelah mendengar ujian kelulusan SMP ada informasi tes beasiswa
program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) beasiswa adalah kebijakan
pemerintah Indonesia dalam membantu, memberikan kesempatan kepada putra-putri
terbaik asal Papua untuk menempuh pendidikan di luar tanah Papua seperti di
Jawa, Sulawesi, Sumatra, dan Kalimantan. Saya ikut tes dalam kesempatan ini,
akhirnya saya dinyatakan Lulus tes dengan beberapa teman- teman SMP kelias
kogoya, Koligele Tabo, Frans Kogoya, Lingga Bogum, Hamjak Kogoya, dalam hatiku bersyukur
karena ini adalah pengalaman pertamaku untuk bisa sekolah di luar Tanah Papua.
Kisah di Massa SMA
Sore hari matahari sebelum terbenam sebelah barat, mamaku Wetimina komunikasikan tentang rencana keberangkatanku
ke pulau daratan Jawa, waktu
komunikasi dalam hati mama rasa senang
sekaligus memberikan restu doa agar dalam perjalanan bisa lancar dan tak ada halangan. Tak terasa waktu pagi sudah siap-siap
berangkat ke sekolahku SMP YPPGI Karubaga untuk persiapan ke berangkat Wamena,
Kami tunggu di sekolah sampai pukul
sore, karena masih dalam komunikasi ke
dinas pendidikan kab. Tolikara oleh guru dan beberapa tim yang sudah di bentuk
oleh dinas terkait. Setelahnya kami melakukan perjalanan ke Wamena menelusuri
Gunung kubu belela diasi dingin di atas rata- rata 100C tapi saya berpikir ini
adalah momen di mana ku harus dinikmati,
sebelum meninggalkan Tolikara Papua
Kisa Massa Di Banggu Kuliah
Kisah setelah Lulus kuliah
Harapan Massa depan
Komentar
Posting Komentar