PERNYATAAN SIKAP
Aliansi mahasiswa papua (AMP) Komite kota Jember
“Perjanjian New York, Jalan Aneksasi Ilegal Indonesia
atas Bangsa West Papua”
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West
Papua!
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak,
Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak. Wa wa wa
wa wa wa
Doc koran kejora dan AMP KK JEMBER
Penandatanganan Perjanjian New York (New
York Agreement) antara Indonesia dan Belanda yang melibatkan Amerika Serikat
sebagai pihak penengah terkait sengketa wilayah West Papua (West Nieuw-Guinea)
telah terjadi pada 58 tahun lalu, tepatnya 15 Agustus 1962. Saat itu, West
Nieuw-Guinea dianggap sebagai wilayah yang belum berpemerintahan sendiri,
sehingga penandatanganan Perjanjian New York adalah peristiwa yang sarat
kepentingan imperialis dan kolonial (kolonial Belanda maupun Indonesia yang
kemudian menjadi kolonial baru). Perjanjian itu bermasalah karena dilakukan
tanpa melibatkan rakyat West Papua. Padahal, perjanjian tersebut berhubungan
dengan keberlangsungan hidup dan masa depan rakyat dan bangsa West Papua.
Perjanjian yang mengatur masa depan
wilayah West Papua ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur sedikitnya 3 macam
hal, di mana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri
(Self-Determination) yang didasarkan pada praktik internasional yaitu satu
orang satu suara (One Man One Vote). Sementara pasal 12 dan 13 mengatur
transfer administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA) kepada
Indonesia.
Pada 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan administrasi
wilayah West Papua pada pemerintah Indonesia. Setelah transfer administrasi,
Indonesia bertanggung jawab mempersiapkan pelaksanaan pembangunan di West Papua
dan terutama penentuan nasib melalui referendum sesuai amanah kesepakatan dalam
Perjanjian New York. Celakanya, Indonesia malah melakukan pengondisian wilayah
melalui berbagai operasi militer untuk menumpas gerakan pro kemerdekaan rakyat
West Papua yang menghendaki West Papua untuk mendirikan pemerintahan sendiri.
Celakanya lagi, klaim terhadap wilayah
West Papua oleh Indonesia dilakukan sebelum proses penentuan nasib
dilaksanakan. Pada 7 April 1967, Freeport sebagai perusahaan pertambangan milik
negara imperialis Amerika Serikat telah menandatangani kontrak pertamanya
dengan pemerintah Indonesia. Sementara PEPERA sebagai pengejawantahan
referendum yang juga bermasalah itu baru digelar dua tahun setelahnya.
Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat
(PEPERA) dilakukan secara tidak demokratis, di mana hanya 1.026 orang yang
sebelumnya sudah dikarantina dibawa tekanan todongan senjata, intimidasi dan
teror untuk memilih integrasi ke NKRI. Sehingga cuma 175 orang yang memberikan
pendapat dari kurang lebih 800.000 orang Papua yang memiliki hak suara saat
itu.
60 tahun telah berlalu sejak
penandatanganan Perjanjian New York, Indonesia masih berupaya menancapkan
pengaruhnya di tanah West Papua melalui kebijakan Otonomi Khusus (Otsus). Otsus
di Papua sudah berusia hampir 20 tahun lamanya. Namun sejak UU No. 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus diberlakukan justru tidak ada perlakuan khusus yang
bisa didapatkan oleh rakyat West Papua. Apa yang tampak khusus tak lain
hanyalah pengiriman pasukan militer secara besar-besaran ke tanah West Papua.
Kenyataannya Otsus tidak bisa memproteksi masyarakat adat West Papua dari
perampasan tanah untuk kepentingan investasi, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
yang menjadi amanah dalam undang-undang Otsus tidak pernah dijalankan, tidak
ada upaya untuk mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua,
sementara dari tahun ke tahun kasus pelanggaran HAM terus bertambah.
Di tengah badai protes penolakan otsus
namun 30 juni 2022 pemerintah juga mengesahkan RUU DOB untuk papua tanpa
mempertimbangkan aspirasi rakyat dan mahasiswa papua karena Otsus dan dob
adalah paketan produk kolonial yang tak lebih dari sekedar alat untuk meredam
aspirasi politik rakyat Papua yang menghendaki hak penentuan nasib sendiri.
Upaya-upaya untuk meredam aspirasi politik
rakyat Papua tidak hanya dilakukan dengan bujukan gula-gula Otsus dan dob yang
terus di paksakan. Namun Penangkapan dan pemenjaraan dengan pasal makar dan
pasal pasal karet lainnya terhadap orang Papua maupun aktivis yang berbicara
isu Papua menjadi incaran terus belanjut.
Maka, dalam peringatan 60 Tahun Perjanjian
New york agreement kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite kota jember
menyatakan sikap politik kami kepada Rezim Jokowi-Ma’ruf Amin, Belanda, Amerika
Serikat, dan PBB bahwa:
1. Mengugat! New York Agremeent 15 agustus
1962.
2. Indonesia, Belanda, Amerika dan Pbb
segera bertangung jawab atas kesepakatan ilegal
3. Cabut Tolak Otsus Jilid II.
4. Tolak 3 Daerah otonomi Baru (DOB)
5. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan
Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Sebagai Syarat Damai.
6. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC,
dan yang Lainnya, yang Merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah
Papua.
7. Indonesia, Belanda, Amreika Serikat
Harus Bertanggung Jawab atas Penjajahan dan pelanggaran HAM yang Terus Terjadi
terhadap Bangsa West Papua.
8. Demiliterisasi West Papua..
9. Buka akses Jurnalis Internasional dan
Nasional ke West Papua.
10. Bebaskan Victor Yeimo, Alpius wonda
dan seluruh tahanan politik Papua
11. Stop teror, intimidasi dan
kriminalisasi Mahasiswa papua, Aktivis Ham, PRODEM dan seluruh aktivis pembelah kemanusian
12. Berikan Hak Menentukan Nasip Sendiri
Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa West Papua
Demikian pernyataan sikap ini. Kami kami
sampaikan demi merebut cita-cita pembebasan nasional. Atas perhatian dan
dukungan seluruh rakyat Indonesia dan West Papua, kami ucapkan terima kasih.
Salam Pembebasan Nasional West Papua!
Medan Juang,
Tanah colonial, 15 Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar