Langsung ke konten utama

Menolak tunduk pada penguasa, siapkan barisan perlawanan".

 

Doc:ilustrasi 

"Menolak tunduk pada penguasa, siapkan barisan perlawanan". 

Bagi penjajah (kolonialisme-indonesia), kami hanyalah segerombolan manusia setengah binatang (monyet), yang tak mampu berbuat apa-apa sehingga segala sesuatu tentang kehidupan kita harus diatur oleh jakarta. 

Pandangan inferior penjajah terhadap rakyat Papua ini telah lama dan terus dimunculkan, dan di pelihara–subur sejak penjajah melakukan pendudukan secara paksa di atas negeri tercinta kita, agar kami selalu tunduk dibawah superioritas penguasa-Jakarta. 

Pandangan rasis ini kemudian dibuat dalam bentuk peraturan kolonial yang kita kenal dengan UU Otsus No. 2 tahun 2022 perubahan atas Otsus No.21 tahun 2001. 

Hinga hari ini, nasib masa depan kita masih terus ditentukan oleh klas penguasa dan elit politik Papua—penjilat pantat kolonial. 

Melalui "Otsus" dan "Pemekaran Provinsi" yang dipaksakan oleh jakarta dan elit-elit Politik lokal tentu hanya untuk mempertahankan kedudukan kolonialisme atas wilayah Papua. 

Sudah hampir setengah abad lebih, kami hidup bersama Indonesia, kami telah banyak kehilangan harta benda, keluarga, sanak saudara, sahabat yang mati karena disambar tima panas aparat Militer, tabrak lari, penghilangan paksa, pemerkosaan teror, intimidasi, penangkapan penyisiran pengungsian dsb, tak pernah luput dari kehidupan kita. 

Semua itu dilakukan demi mempertahankan Perampokan besar-besaran terhadap sumber daya alam secara terang–terangan yang masih terus dilakukan hingga saat ini. 

Tanah, air, hutan segala isinya telah dihancurkan hingga dirampas habis oleh bagsa biadab ini, bahkan yang tersisa hanyalah "HARGA DIRI" pun juga dilecehkan. 

Apakah kita harus bertahan dengan situasi ini tanpa berbuat apa-apa? Tidak! Diam dan tak berbuat apa-apa sama saja membenarkan segala macam penindasan serta penghisapan yang telah berusia tua ini.

Theys Hiyo Eluay pernah bilang begini, "Jangan kita katakan bahwa kita sedang menunggu waktu Tuhan untuk tanah Papua, kita harus buat supaya Tuhan menantikan kita". 

Benar, bawah kita tidak bisa tunggu uluran tangan Tuhan atau belas kasihan jakarta dan atau menantikan penyelamat dari Inggris, Vanuatu, AFRIKA, CARIBIAN, MSG, PIF, PBB dsb,dsb, untuk datang menyelamatkan kami. Sudah saatnya rakyat Papua harus bangkit menjadi mansuia yang merdeka!  

Hal ini juga yang di tegaskan Pdt. Samuel Isak Kejne, sekalipun orang memiliki kepandaian tertinggi akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bagsa ini, tetapi bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri".

"Tuhan sudah kasih torang hikmat, akal budi untuk berpikir jernih, jadi jang kamorong lagi, berdoa-berdoa sampai tong habis semua, harus bergerak. Kata, Pdt. Benny Giyai. 

Benar, rakyat Papua harus bangkit dari ketidakberdayaan ini, bergerak maju dan menolak tunduk pada siapapun! Rakyat Papua tidak harus  menggantungkan harapan apapun kepada siapapun kecuali, membangun  KEKUATAN RAKYAT dan saling "BERSOLIDARITAS" sesama rakyat tertindas, baik rakyat tertindas di indonesia maupun di seluruh dunia. 

Karena hanya dengan bersandar pada kekuatan rakyat dan solidaritas sesama rakyat tertindas maka niscaya perubahan itu akan terwujud, sebab perubahan merupakan hasil karya jutaan orang yang sama-sama percaya pada pembebasan (kemerdekaan) sejati bagi umat manusia diatas Bumi.

Holandia 17 Februari, 2022

Jefry Wenda

Komentar