Aksi Bisu Petisi Rakyat Papua (PRP) Wilayah Bali, "Bebaskan Victor Yeimo, Lawan Rasisme Dan Berikan Hak Menentukan Nasip Sendiri Sebagai Solusi Demokratis"
Aksi Bisu Petisi Rakyat Papua (PRP) Wilayah Bali,
"Bebaskan Victor Yeimo, Lawan Rasisme Dan Berikan Hak Menentukan Nasip Sendiri Sebagai Solusi Demokratis"
Hari ini Selasa, 24 Agustus 2021 Petisi Rakyat Papua (PRP) Bali melakukan aksi demonstrasi, dalam rangka mengawal sidang perdana Tn. Victor F. Yeimo yang dilakukan hari ini di Pengadilan Negeri Jayapura.
Viktor Yeimo Adalah juru bicara Petisi Rakyat Papua(PRP) Tolak Otonomi khusus Jilid Dua , di tangkap pada 9 Mei 2021. Ia disangkakan sebelas pasal termasuk makar atas keterlibatan damainya dalam Gerakan West Papua Melawan 2019 lalu. Ia sempat eksil di Papua Nugini sejak pemberangusan Gerakan Melawan. Pada awal tahun 2021, ia kembali ke tanah leluhurnya Papua Barat dan kemudian ia ditangkap oleh SATGAS Nemangkawi di Holandia (Jayapura). Victor Yeimo juga merupakan juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Berdasarkan pernyataan publik polisi, salah satu alasan penangkapan adalah partisipasinya di Sidang Ke-40 Dewan HAM PBB pada Maret 2019, yang membuatnya menjadi sasaran pembalasan oleh negara.
Pada awal penangkapan dan penahanan, para pengacara dihalangi untuk mendampinginya selama pemeriksaan. Bahkan tidak satupun orang maupun keluarga yang diperbolehkan untuk mengunjunginya. Secara praktis ia diisolasi dan ditahan sewenang-
wenang di Mako Brimob. Ia dipindahkan ke sana tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada para pengacaranya. Hari ini, 24 Agustus 2021 adalah sidang perdana Viktor Yeimo. Berikut kronologis Aksi PRP Wilayah Bali hari ini ;Aksi AMP-Komite Kota Bali ini dilakukan dalam bentuk aksi bisu “Lawan Rasisme,Bebaskan Viktor Yeimo dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis bagi Rakyat West Papua”. Sesuai dengan himbauan umum PRP pusat di Tanah Papua.
Pada pukul 08:00 – 09:00 , Massa aksi mulai berdatangan dan berkumpul di Asrama Putra Papua-Bali. Aksi dimulai sekitar pukul 09:12 WITA, Massa aksi mengambil posisi berdiri di depan Asrama Putra Papua-Bali sambil memegang poster-poster tuntutan. Massa Aksi yang berjumlah 33 orang, berdiri secara bergantian dengan tetap menjaga jarak dan memakai masker sesuai dengan protokol kesehatan.
Aksi berakhir pada pukul 10: 06 WITA. Pada saat aksi berlangsung, pihak Banjar Desa Adat dan beberapa orang yang diindikasi aparat keamanan sempat mendatangi massa aksi dan bernegosiasi dengan korlap aksi. Kemudian disepakati bahwa aksi akan berakhir
pada pukul 10: 30. Tetapi aksi kami akhiri lebih cepat dari kesepakatan. Aksi diakhiri dengan membacakan pernyataan sikap dan massa aksi membubarkan diri.
Menurut informasi yang kami dapat dari laman Facebook KNPB News, sidang hari ini di TUNDA. Hal ini di karenakan, kondisi kesehatan Viktor Yeimo yang tidak baik (sakit) sehingga tidak dapat mengikuti proses persidangan. Sidang rencananya akan diadakan kembali pada hari
kamis, 26 Agustus 2021 mendatang
Berikut Ini Pernyataan Sikap Petisi Rakyat Papua (PRP) Wilayah Bali
PERNYATAAN SIKAP
PETISI RAKYAT PAPUA (PRP) TOLAK OTONOMI KHUSUS JILID II
“Lawan Rasisme, Bebaskan Viktor Yeimo dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri
Sebagai Solusi Demokratis bagi Rakyat West Papua”
Penangkapan terhadap Juru Bicara Petisi Rakyat Papua yang juga Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Viktor F. Yeimo dengan dalil kasus Rasisme 2019 adalah bukti Negara Indonesia kembali menghidupkan isu rasial di kalangan rakyat Papua dan rakyat Indonesia.
Seperti yang diketahui bahwa kasus rasisme tersebut telah dijalani di hadapan hukum, setelah proses hukuman selama belasan bulan penjara. Putusan Majelis Hakim di Pangadilan Negeri Balik Papan, Kalimantan, kepada tujuh tahanan rasisme tersebut dinyatakan bersalah setelah mendapat cukup bukti yang kuat terhadap tindakan makar yang terjadi di tanah Papua.
Tetapi karena tekanan masa rakyat Papua, solidaritas rakyat Indonesia yang bersujud dan memohon maaf serta solidaritas Internasional membuat ketujuh tahanan politik tersebut di
vonis 8-11 bulan penjara dan jauh dari tuntutan 15-20 tahun dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Protes rakyat Papua terhadap isu rasisme itu bermula akibat sikap segelintir rakyat
Indonesia dan oknum militer, yang melakukan persekusi dan perlakuan rasis dengan label
“Usir Monyet” terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya dan Semarang berturut-turut
pada tanggal 15-17 Agustus 2019.
Akibat aksi rasis tersebut, mendorong seluruh rakyat Papua melakukan protes di berbagai wilayah Tanah Papua, dengan memobilisasi diri hampir di 42 Kabupaten/Kota di
Tanah Papua, 17 Kota di Indonesia dan 5 kota di luar negeri dengan tuntutan Lawan Rasisme Dan Berikan Referendum bagi Rakyat Papua. Perlawanan tersebut mendorong aparat bertindak represif dengan menangkap 7 orang yang di tuduh sebagai dalang penghasutan demonstrasi damai di Papua selama Agustus-September 2019. Akibat perlawanan yang masih
terjaga membuat ke tujuh tahanan dipindahkan ke Balik Papua dengan alasan keamanan, meski secara hukum hal tersebut non- prosedural, namun sikap rasis negara terhadap rakyat Papua mendorong hal tersebut tetap dilakukan!
Sikap rasis negara tersebut juga dipertegas dengan mengirim 6500 personil Polisi Brimob dan Tentara yang bertugas pada ribuan Pos Militer dadakan hampir di seluruh komplek di tingkat Kota (di Tanah Papua) dengan alasan mengamankan situasi yang dalam
framing Indonesia sedang terjadi kekacaun skala besar di Papua. Akibat pola represif militer tersebut, terjadi penangkapan dan pemenjaraan sewenang-wenang terhadap 72 rakyat Papua
yang divonis makar, penghilangan nyawa secara paksa terhadap 35 orang Papua, 30
diantaranya di tembak mati, 284 orang terluka akibat pola represif, terjadi pengungsian skala
besar (22.800 jiwa) di Nduga, peristiwa exsodus ke Papua dari 6000 pelajar dan mahasiswa
Papua yang menimba ilmu di wilayah Indonesia hingga 23 kasus penyerangan terhadap
Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua. Dampak represif tersebut terjadi pada periode
Agustus-Desember 2019.
Berdasarkan peristiwa diatas dapat digambarkan bahwa negara Indonesia tidak
mempunyai itikhad baik terhadap kemanusiaan orang Papua. Negara masih memandang
rendah martabat orang Papua yang secara moral adalah korban rasisme yang terjadi sejak
Papua di aneksasi 1 Mei 1961, rasisme 2019, penangkapan Viktor Yeimo dan Frans Wasini
serta perlakuan tidak manusiawi terhadap difabel di Merauke pada 26 Juli 2021. Sedangkan
akar persoalannya masih dipelihara hingga sekarang, mulai dari pelaku salah tangkap (non
prosedural) terhadap 72 tahanan politik, 30 rakyat Papua yang ditembak mati, 22.800 jiwa
yang mengungsi hingga peristiwa exodus, hingga penyerangan Pembela HAM Papua.
Sedangkan aktor-aktor dibalik peristiwa rasis tersebut masih dipelihara oleh negara hingga
sekarang, tanpa ada penyelesaian di hadapan hukum sebagai jalan untuk rasa keadilan
terhadap korban rasialisme tersebut.
Victor Yeimo ditangkap kepolisian di Abepura, Kamkey,Jayapura pada 9 Mei 2021,
pukul 19.00 Waktu Papua. Dan dijerat dengan berbagai pasal KUHP berlapis. Antara lain
Pasal 106 junto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP/ atau Pasal 160 KUHP dan/atau
Pasal 213 angka 1 KUHP dan/atau Pasal 214 KUHP ayat (1) dan ayat (2) KUHP junto Pasal
55 KUHP. Tuduhan utama kepada Victor adalah pasal makar. Frans Wasini juga ditangkap
dengan tujuan untuk memberatkan kasus dugaan terhadap VY. Viktor di tuduh dengan 12
pasal berlapis yang mengancamnya dipenjara seumur hidup. Setelah ditangkap dan dipenjara,
tindakan Mal Administrasi terus di lakukan oleh aparat penegak hukum (penyidik), mulai
dari penahanan di rutan mako Brimob dengan alasan tahanan polda yang penuh, lalu
pembatasan terhadap kunjungan keluarga, rohaniawan dan petugas kesehatan untuk
melakukan check-up medis rutin terhadap VY yang memiliki riwayat sakit paru dan maag.
Sikap mal administrasi dan abai terhadap VY makin terlihat jelas setelah foto keadaan
terakhirnya tersebar luas di berbagai platform media sosial yang membuat kuatir berbagai
kalangan terhadap kesehatan VY dan juga penanganan perkara hukum yang semakin
memberatkan dia yang merupakan korban rangkaian peristiwa rasis.
Melihat situasi dan perkara diatas, maka atas nama 111 organisasi, Petisi Rakyat Papua (PRP)
Tolak Otonomi Khusus Jilid Dua, dengan 714.066 suara rakyat. Kami Aliansi Mahasiswa
Papua- Komite Kota Bali turut menyatakan sikap dan menyerukan:
- Bebaskan Juru Bicara Petisis Rakyat Papua (PRP) Tolak Otonomi Khusus Jilid
- VICTOR YEIMO, TANPA SYARAT! Sebab Victor Yeimo Bukanlah Pelaku, Melainkan Korban Rasis Terstruktur dan Masif Kolonial Indonesia yang Terjadi Terhadap Orang Asli Papua Pada Agustus 2019 Lalu.
- Hentikan Eksploitasi Isu Rasisme Terhadap Rakyat Papua yang dilakukan Oleh Kelompok Elit Papua.
- Menyerukan Persatuan Dari Seluruh Komponen Rakyat yang Ada di Tanah Papua dan Solidaritas Rakyat Indonesia, Untuk Bersama Menyuarakan Pembebasan Viktor Yeimo Karena; Viktor Yeimo Dan Rakyat Papua Adalah Korban Rasisme.
- Bebaskan Seluruh Tahanan Politik Papua Barat, Tanpa Syarat!
- Mengutuk keras Tindakan Represif dan Brutal yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian kepada Massa Aksi Demonstrasi “Peringatan Dua Tahun Rasisme dan Bebaskan Viktor Yeimo” di Yahukimo pada 16 Agustus 2021 yang menyebabkan Jatuhnya Korban Jiwa atas Nama Ferius Asso.
- Stop Driskriminasi , Stop Intimidasi dan Stop Kriminalisasi terhadap Aktivis Mahasiswa Papua, Aktivis Hak Asasi Manusia, Aktivis Pro-Kemerdekaan Papua Barat dan Rakyat Papua..
- Hentikan Operasi Militer di Ndugama, Puncak Jaya, Intan Jaya dan Seluruh Tanah Papua. Berikan Perhatian Penuh kepada para pengungsi korban Operasi
- Militer di posko-posko pengungsian dan kembalikan tanah air mereka dengan Cara-cara yang bermartabat dengan menjunjung tinggi HAM dan hak-hak Masyarakat Adat Papua.
- Tarik Militer Organik Dan Non-Organik Dari Seluruh Tanah Papua.
- Mengutuk Elit-elit Politik Papua yang tergabung dalam PANSUS yang dengan sepihak menandatangani keberlanjutan Produk Hukum Rasis OTSUS JILID II.
- Tanpa memperdulikan Aspirasi Rakyat Papua.
- Menolak Rencana pelaksanaan PON yang merupakan Program Kolonial donesia yang terus dikampanyekan, ditengah situasi Tanah Papua yang sangat Jauh Dari Kata Aman dan Damai.
- Menolak Produk Hukum Rasis OTONOMI KHUSUS JILID DUA yang dipaksakan untuk dilanjutkan Di Tanah Papua, Tanpa Melihat Aspirasi Rakyat Papua.
- 12. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, atas nama rakyat pejuang, solidaritas dan leluhur
bangsa Papua, kami sampaikan terima kasih. Semoga Tuhan Beserta Kita. Amin!
Denpasar Bali Medan Juang, 24 Agustus 2021
Atas Nama 111 Organisasi dan 714.066 Suara Rakyat Papua
Petisi Rakyat Papua(PRP) Tolak Otonomi Khusus Jilid Dua.
#BebasakanViktorYeimo
#LawanRasisme
#TolakOtsusJilidDua
#IndonesiaPenjajah
#PapuaLiveMatter
#RefendumYes
#PapuaMerdeka
Komentar
Posting Komentar