![]() |
Doc Sumber: Petisi Rakyat Papua /PRP |
Oleh: Jefry Wenda
Demokasi Sejati bagi rakyat Papua”
Dunia terus berubah, ilmu pengetahuan dan teknologi infomasi terus berkembang maju, tentu hal ini memberikan syarat bagi rakyat Papua untuk terus berkembang lebih maju mengikuti zaman.
Namun semua itu tidak akan pernah terjadi selama rakyat Papua masih berada di bawah garis perbudakan kolonialisme–Indonesia dan kapitalisme/imperialisme.
Sejak Papua di Aneksasi 1 Mei 1963 ke dalam NKRI hingga hari ini Operasi militer, pemerkosaan, pembungkaman ruang demokrasi, diskriminasi rasial, pemerkosaan, penangkapan secara membabi buta, pemenjarahan terus terjadi dan perampokan Sumber Daya Alam (SDA) yang berdampak pada kerusakan lingkungan tak henti-henti dilakukan.
Hadirnya kolonialisme Indonesia Imperialisme As di papua tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam dan membantai rakyat papua, tetapi penghancurkan alat-alat produksi, basis produksi serta menghambat kemajuan tenaga-tenaga produtif di papua.
Di tengah hancurnya sendi-sendi kehidupan rakyat Papua, penjajah tidak tahu malu terus menyebar kebohongan di berbagai macam media nasional dan melalui forum-forum resmi tingkat Internasional, bahwa; rakyat papua telah menetukan nasib melalui Otonomi Khusus.
Sejak tahun 2020 hingga pertengahan 2021, Negara yang keras kepala ingin mempertahankan papua mengunakan alat reaksionenya Militer/(TNI/Polri), Badan Intelejen Daerah Papua (BINDA-Papua) dengan “menyabotase” kerja-kerja Majelis Rakyat Papua (MRP/MRPB).
MRP/MRPB yang merupakan lembaga yang di bentuk guna menajalankan mengontrol, mengevalusi UUD Otonomi khusus No. 21 Tahun 2001 dikekang mati-matian. Hal ini menujukan kepercayaan Negara terhadap orang papua itu hanya 0,0%.
Kemudian, Untuk memeastikan agar Otsus berjalan tanpa ada penolakan dari kalangan rakyat Papua, maka, seblumnya, telah di bentuk Pansus oleh pemerintah dan bersma DPR RI guna mengambil alih peran MRP/MRPB dalam membahas keberlanjutan Undang-Undang Otus Jilid II di Jakarta.
Negara terus mengulagi sejarah. Munculnya perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962, Aneksasi—UNTEA 1 Mei 1963, Roma Agreement 30 Desember 1963, kontrak karyat Freeport 7 April 1967, Pepera 1969 dan ditamba lagi dengan pembahasan Otsus Jilid II di Jakarta, Negara tidak pernah melibatkan atau mempertanyakan terlebih dahulu keinginan rakyat Papua.
Anehnya, Jakarta sama sekali tidak menganggap Otsus sebagai resolusi konflik, tidak melihat latar belakang hadirnya otsus itu sndri. Ini terbukti ketika pembahasan Otsus Oleh Pansus dan DPR-RI yang dibahas hanya 2 pasal tentang Keuagan dan Pemekaran Provinsi. Artinya negara berusaha mereduksi Persoalan Papua
Dari infomasih yang di keluarkan melalui media nasional CNN pada hari Senin, 05/07/2021. "Pemerintah Targetkan RUU Otsus Papua Disahkan 15 Juli".
Indonesia terus menujukan watak kolonialsime–Nya di papua, yang ingin menguasai wilayah papua secara utuh dengan kekuatan penuh tanpa memberikan ruang sedikitpun bagi rakyat Papua untuk berpendapat.
Untuk mengakhiri penindasan dan pengisapan di papua, rakyat Papua tidak harus megantungkan harapan terhadap kapital birokrat di Papua (Gubernur, DPR, MRP/MRPB), rakyat Papua tidak harus menguntungkan harapan terhadap pemerintahan transisi (ULMWP) versi kelompok tua yang ambigu dan keras kepala itu atau berharap sama PBB yang setiap tahun hanya Omong kosong, dan atau mengharapkan datang penyelamat yang turun langit.
Rakyat Papua harus bangkit, membangun kekuatannya sendiri, membagun perlawanan secara masif dan menyeluruh dari Merauke hingga sorong.
Saat ini, Rakyat Papua tidak sndri. Petisi Rakyat Papua (PRP) yang di dalamnya ada 112 organisasi telah menyatakan penolakan terhadap Otsus.
Namun untuk menghancurkan penjajah yang keras kepala tidak cukup dengan penandatanganan tangan petisi diatas kertas hitam-putih, membagun alat perjuagan (organisasi) perlawanan, mendorong kepemimpinan nasional (penanggung jawab politik) serta menyiapkan barisan perlawanan, mobilisasi umum di selutuh wilayah adalah keharusan.
Bangun persatuan Nasional
Hancurkan tirani
Dan rebut kedaulatan
Port Numbay, 11 Juli 2021
Komentar
Posting Komentar