KETIKA HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI PAPUA DI SUARAKAN SECARA TERBUKA DAN MASIF OLEH " ULMWP " DAN " KNPB "
KETIKA
HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI PAPUA DI SUARAKAN SECARA TERBUKA DAN MASIF OLEH
" ULMWP " DAN " KNPB "
By
Marinus Yaung
![]() |
Foto : Demonstran Mahasiswa Papua di kota studi Surabaya hari ini, Senin, 31 Mei 2021. |
Era
" Renaissance " dalam konteks Papua adalah dihidupkanya kembali semangat
" Melanesian Ways " yang dicetuskan oleh Bernard Narokobi, seorang
filusuf Melanesia di PNG, pada tahun 1976. Melanesia Way adalah semangat untuk
menemukan dan membangkitkan kembali sejarah, budaya dan identitas Melanesia.
Generasi
muda Papua hari ini, telah memiliki identas politik yang baru. Mereka generasi
yang dididik menjadi pintar dan cerdas di era Otsus Papua selama 20 tahun.
Mereka Ini contoh salah satu keberhasil implementasi Otsus Papua. Pemerintah
Indonesia berhasil melahirkan generasi muda Papua yang sadar akan identitas dan
budayanya sendiri. Generasi yang telah menjadikan identas Melanesia sebagai
identas politik dan akar budayanya yg baru.
Generasi
Papua yang tidak lagi memiliki identitas ganda. Mereka telah tanggalkan identas
Melayu atau identitas keindonesiannya, dan menggantikannya dengan identitas
Melanesia. Dengan identitas politik yang baru, mereka berani kampanyekan "
kami bukan merah putih, kami bintang kejora. Kami bukan Melayu, kami Melanesia
".
Sebenarnya
kampanye, sosialiasi dan konsolidasi mereka tentang identitas politik
Melanesia, tidak akan berhasil mengancam kedaulatan negara di Papua, jika
Presiden Jokowi komitmen dengan janjinya menuntaskan kasus - kasus pelanggaran
HAM Berat Papua. Harapan itu muncul di Tahun 2016. Waktu itu, saya berharap
kasus Wasior berdarah 2001, kasus Wamena berdarah 2003, dan kasus Paniai
berdarah 2014, harus salah satunya tuntas diselesaikan melalui putusan
pengadilan.
Namun
harapan saya itu pupus. Presiden Jokowi saking disibukannya dgn ancaman kaum
radikalis dan intolerasi yang mengusung negara khilafah, untuk men"
suriah" kan Indonesia, membuat komitmen menyelesaikan isu HAM Papua
kehilangan perhatian dan momentum dari beliau. Presiden berada pada posisi
dilemma. Presiden butuh dukungan dan kesolidan aparat keamanan untuk
menghancurkan kaum kadrun radikalis khilafah islamiyah. Karena itu, Isu HAM
Papua tidak disentuh demi merawat dukungan aparat keamaman terhadap posisi
kekuasaannya.
Inilah
harga yang harus di bayar Presiden Jokowi. Mahasiswa dan generasi muda Papua
sudah menyatakan secara terbuka bahwa Melanesia adalah identas politiknya.
Mereka sudah menolak identitas Melayu atau Identitas keindonesiannya. Mereka
ingin merdeka dan berdaulat penuh. Ingin memiliki negara dengan identitas politik
sendiri.
Gerakan
mahasiswa dan generasi muda Papua menuntut Penentuan Nasib Sendiri, hari ini
semakin masif. Dari kunjungan saya ke beberapa kota studi Mahasiswa dan pelajar
Papua di Indonesia dan di luar negeri, saya temukan mereka semua mayoritas sudah
satu narasi. Narasinya " kami Papua itu Melanesia, kami harus menentukan
nasibnya sendiri. "
Narasi
tunggal mahasiswa Papua bahwa identitas Melanesia adalah identitas politik
barunya, sudah terekam di benak mereka. Bagi mereka, Papua berhak menentukan nasib
sendiri. Gerakan politik mereka dengan menyuarakan hak penentuan nasib sendiri
semakin mendapat momentum ketika Pemerintah Indonesia tetapkan status Teroris
kepada KKB Papua.
Kebijakan
Presiden Jokowi dan administrasinya yang cukup strategis dgn tujuan baik untuk
kendalikan keamanan dan situasi politik di Papua, justru menjadi bumerang.
Kebijakan ini ibarat ingin memadamkan kobaran api dengan menyiram bensin.
Sebuah kebijakan yang semakin mengentalkan atau mengeraskan hati orang Papua
untuk menolak identas keindonesiannya dan menanggalkannya.
Di
wilayah Pegunungan Tengah Papua, yang menjadi locus utama implementasi
kebijakan pelebelan Terorisme, saya dapat laporan bahwa identitas keindonesian
sudah mulai pudar dan hilang di kalangan mayoritas orang asli Papua. Identitas
politik Melanesia sudah terkonsolidasi dan sudah diterimah sbg indentas politik
yang baru.
Di
wilayah pesisir pantai atau wilayah dataran rendah Papua, identas politik
Melanesia semakin menguat dan semakin terkonsolidasi. Mahasiswa, pelajar dan
generasi muda Papua semakin berani menyuarakan identas politik barunya. Dengan
kebijakan stigmanisasi atau lebelisasi Terorisme terhadap KKB, Pemerintah telah
memberikan " obat kuat " kepada generasi muda Papua dan elemen -
elemen pro Papua merdeka untuk memuluskan agenda politiknya.
Di
era Presiden Jokowi inilah, mahasiswa, pelajar dan generasi muda Papua telah
menemukan adanya peluang bagi Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Pelebelan Terorisme terhadap KKB Papua adalah aset politik dan alat propoganda
untuk mewujudkan kemerdekan Papua.
Mahasiswa,
pelajar dan generasi muda Papua saat ini, sedang berada dalam proses
penggalangan politik dari kubuh United Liberation Movement for West Papua (
ULMWP ) dan kubuh Komite Nasional Papua Barat ( KNPB ). Mahasiswa,pelajar dan
generasi muda Papua adalah anggota ULMWP dan juga anggota KNPB. Agenda aksi -
aksi mereka adalah sesungguhnya agenda separatis dari ULMWP dan KNPB.
Akhirnya,
saya harus jujur katakan bahwa para pembantu Presiden Jokowi, yakni Menkopolhukam
Mahfud MD dan kepala BNPT Boy Rafly Amar, telah membuat hubungan Jakarta -
Papua semakin memburuk dan tinggal menunggu waktu saja Indonesia kehilangan
Papua.
Sebenarnya belum terlambat jika Pak Mahfud MD ( Menkopolhukam ) dan Pak Boy Rafly Amar ( BNPT ) mau meninjau kembali kebijakan status Terorisme terhadap KKB Papua. Terimakasih.
Komentar
Posting Komentar